Minggu, 15 Desember 2013

DHARMATHULA TTG HINDU





 
 PHDI DAWAN BLOG



                MURDHA  SAMBRAMA
OM SWASTIASTU, OM AWIGNAMASTU,
ATAS  ASUNG WARANUGRAHA IDA HYANG  WISESA, MAKA  SAYA MMPU  MENGUMPULKAN  APA YANG SAYA PERLUKAN  MUNGKIN JUGA DIPERLUKAN  OLEH UMAT  HINDHU YANG LAIN, SETELAH SAYA SELURI TERNYATA, SAYA MERASA SEMAKIN BANYAK DIBACA, SEMAKIN  JAUH RASANYA  YANG BELUM SAYA  KETAHUI, MUNGKIN INILAH SALAH SATU KEGAIBAN DARI ILMU PENGETAHUAN, YANG JUGA SEBAGAI SANYASAN IDA  HYANG WIDHI WASA, YANG MANA TIDAK AKAN PERNAH  BISA DITEMUKAN  OLEH SIAPA JUGA, DAN SEBAGAI BUKTI KETERBATASAN KITA SEBAGAI MANUSIA SEHINGGA  SELALU HARUS  MENGHORMATI BELIAU SEBAGAI   PENCIPTA  ALAM DAN ISINYA DAN SEBAGAI SUMBER PENGATAHUAN SEGALANYA, MAKA  BELIAU DISEBUT  WIDHI  YANG MANA BERSAL DARI “WIT”  DHI = “ADHI” SEBAGAI POKOK, KEMULAN DAN SUMBER SEGALA SUMBER  LUAAAAR BIASA,OLEH KARENA ITULAH  SAYA  HANYA  MAMPU MENGUMPUL  HANYA SEHITAM KUKU, MUNGKIN ADA  MANFAATNYA BAGI  SAUDARA , TEMAN  PEMBACA HANYA SEBAGAI PEMBANDING DAN UNTUK MENAMBAH PENGETAHUAN  SEMOGA  ADA  MANFAATNYA,MARILAH KITA  SUJUD KEPADA BELIAU AGAR SELALU DIBERIKAN  ANUGRAH DAN KESEJAHTERAAN BERSAMA, AKHIR KATA  SAYA  UCAPKAN SELAMAT MEMBACA DAN MAAF BILA  ADA YG KURANG SEMPURNA  DARI  KAKYANG DALANG SADHAR JERO SATRIA SEMARAPURA. OM SHANTI SHANTI SHANTI OM.


ADHAR22.jpgMemahami sastra dalam Agama Hindhu 
..semakin dipelajari semakin banyak yg  belum....diketahui









PEMAHAMAN SASTRA DALAM AGAMA HINDHU
DIKOLEKSI  OLEH: SANG KETUT DHARMAYASA BA.
PENYULUH AGAMA HINDHU NON PNS
KANTOR KEMENTRIAN AGAMA KABUPATEN KLUNGKUNG.
brahma &gana2.jpg







“SEMAKIN DIPELAJARI,SEMAKIN JAUH….. BELUM DIKETAHUI…ITULAH  BELIAU.”




MANFAAT SANYASA DIDALAM  KEHIDUPAN SEHARI   HARI

Salam Sejahtera Selalu
Dalam setiap jalan spiritual kita akan jumpai tiga hal; filsafat, mitologi dan ritual. Filsafat adalah inti dari setiap jalan spritual. Mitologi menjelaskan spiritual melalui kisah/legenda tokoh-tokoh besar. Ritual adalah aktivitas atau karma dari spiritual itu sendiri. Ritual adalah sangat penting dalam setiap jalan spiritual.
http://singaraja.files.wordpress.com/2010/01/270079520150l.jpg?w=300&h=225
Spritual adalah sesuatu yang abstrak, kenyataan sebagian besar dari kita sulit memahami segala sesuatu yang bersifat abstrak sampai kita bertumbuh menjadi lebih spiritual. Mudah bagi kita untuk memahami sesuatu ide tetapi ketika mengimplementasikannya  suatu ide yang bersifat abstrak pada langkah yang nyata alamak… alangkah sulitnya. Oleh karenanya simbol-simbol adalah sebuah pertolongan luar biasa dalam hidup ini yang membantu kita memahami sesuatu yang abstrak.
Simbol-simbol telah digunakan oleh semua jalan spiritual dari jaman ke jaman. Kata-kata adalah simbol dari pikiran. Huruf-huruf yang kita gunakan untuk menyusun kata-kata dan kalimat sejatinya adalah sebuah simbol pula. Kalo boleh disimpulkan segala sesuatu yang ada di dunia ini adalah simbol.
Ketika pertamakali kita belajar menghitung, sangat sulit mengerti proses penjumlahan dan pengurangan, apalagi pembagian dan perkalian. Biasanya guru yang kreatif akan mengajarkan kita menggunakan gambar-gambar tertentu yang akrab dengan kehidupan kita dan mudah dipahami. Gambar-gambar inipun adalah juga sebuah simbol.
Suatu bangsa, Negara, perusahaan atau organisasi; biasanya terdiri dari berbagai macam perbedaan di dalamnya misalnya;suku, ras, bahasa, budaya, untuk mengenalinya sangat sulit oleh karena itu diperlukan suatu identitas dengan menghadirkan lambang/simbol organisasi. Timbullah kemudian bendera, logo, seragam/uniform yang bisa kita gunakan untuk mengidentifikasikan sesuatu yang bersifat abstrak dan sesuatu yang bersifat jamak.
Demikian pula saat kita belajar ilmu pengetahuan, para ilmuan merumuskan sesuatu yang abstrak menjadi sebuah formula yang terdiri dari simbol-simbol yang mewakili suatu variable ataupun konstanta tertentu. Misalnya F sebagai simbol dari gaya, m simbol dari massa, g adalah simbol dari gravitasi.
Dalam lalu lintas atau transportasi, warna merah, kuning dan hijau juga digunakan sebagai simbol untuk mewakili keadaan tertentu yang patut kita patuhi, merah untuk berhenti, kuning untuk hati-hati, dan hijau untuk jalan terus.
Oleh karenanya dalam belajar spiritual yang sejatinya memahami suatu kekuatan yang maha agung yang menciptakan segala yang ada, yang memelihara segala yang ada pun yang mengembalikan segala sesuatu yang ada diperlukanlah sebuah simbol yang dalam bahasa saskerta disebut rupa dan nama. Hadirlah kemudian nama; Tuhan, God, Allah, Hyang Widdhi, Hyang Sangkan Paraning Dumadi, Hyang Embang, dll.
Beliau yang maha segala-galanya, tidak mampu dijangkau oleh logika manusia, oleh karenanya dihadirkanlah simbol simbol tertentu untuk membantu memahami-Nya. Seperti bendera merah putih sebagai bendera bangsa Indonesia. Bukanlah warna itu yang mendeskripsikan Indonesia secara menyeluruh, dua warna itu hanyalah sebagai identitas dari negeri tercinta ini yang menjiwai semangat bahwa; merah = berani, putih berarti suci. Kita tidak takut melangkah di jalan yang benar, di jalan yang suci. Kita berani melangkah karena tahu bahwa yang kita lakukan itu benar dan suci dan sebaliknya.
Seorang prajurit atau polisi memerlukan sebuah boneka sebagai sasaran dalam berlatih menembak atau memanah. Tujuannya agar dia mampu mengkonsentrasikan pikirannya pada satu sasaran tembak, sehingga nantinya dia mampu menembak musuh atau penjahat pada tempat atau sasaran yang tepat, misalnya menembak kakinya, menembak tangannya tanpa harus membunuhnya.
Dalam bersembahyang mengkonsentrasikan pikiran kepada kekuatan yang maha agung yang kemudian disebut orang dengan nama Tuhan, Allah, Hyang Widdhi ataupun God. Tidaklah mudah sehingga kemudian orang menggunakan simbol sebagai sarana untuk memudahkan menkonsentrasikan pikiran. Sebagian orang menyebutkan nama-nama Tuhan dalam aktivitas sepritualnya sehingga mampu menghadirkan kedamaian, mampu mengkonsentrasikan pikirannya yang terbang ke sana kemari. Sebagian orang menggunakan rupa tertentu sebagai sarana untuk memudahkan mengkonsentrasikan pikirannya.
Namun bila mereka yang kerap menggunakan nama dan rupa ini kemudian menganggap bahwa nama dan rupa itu adalah Tuhan itu sendiri. Nah inilah yang kemudian menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dalam aktivitas spritualnya. Misalnya dia menganggap bahwa batu itu Tuhan, Kayu itu Tuhan, Lukisan itu Tuhan, dan lain sebagainya. Kayu, Batu digunakan untuk melukiskan suatu bentuk kekuatan Tuhan yang diwujudkan dalam bentuk patung sebagai objek dari konsentrasi.
Pikiran manusia biasa kontak dengan alam nyata, membawa dia langsung menuju alam abstrak tidaklah mudah, memang ada beberapa orang yang mampu melakukannya, namun senyatanya kebanyakan dari kita sangat sulit langsung menuju kepada hal yang abstrak itu. Oleh karenanya untuk memudahkan mengkonsentrasikan pikiran maka kita memerlukan kehadiran dari simbol-simbol itu. Gambar apel yang digunakan oleh guru-guru matematika dalam mengajarkan proses penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian atau perpangkatan. Gambar orang yang digunakan oleh polisi atau prajurit untuk menjadi sasaran tembak dalam berlatih. Huruf-huruf tertentu seperti E, F, m, a, g, h, dan lainnya digunakan untuk mewakili energi, gaya, massa, percepatan gravitasi, ketinggian, dalam belajar ilmu fisika.
Demikian pula dalam aktivitas spiritual, patung-patung, lukisan-lukisan, pratima-pratima, dan rupa-rupa yang lain dihadirkan untuk membantu manusia mengarahkan dan mengkonsentrasikan pikiran menuju pada kekuatan yang tak mampu dijangkau oleh pikiran yang menciptakan, memelihara dan mengembalikan kembali segala yang ada di alam samesta ini.

MENGAPA ADA BANYAK AJARAN DAN BANYAK KITAB SUCI?????

Om Swastyastu,
Saudaraku semua. Kita menjumpai begitu banyak kitab suci dan ajaran-ajaran tentang Ketuhanan, tentang Spritual. Sebenarnya kenapa sih ada begitu banyak kitab dan ajaran di dunia ini…? Tentu saja sebagian dari semeton sami yang telah tercerahkan telah memahaminya. Nah bagi mereka yang belum memahami perbedaan itu, marilah kita dengarkan pengajaran Hyang Siwa (Mahesvara) kepada Bhagavan Vrhaspati(guru dari para Dewa) yang dikisahkan dalam Kitab Vrhaspati Tattwa.
Om Avignam Astu.  ( Ya Tuhan Semoga tiada Halangan)
MENGAPA ADA BANYAK AJARAN DAN BANYAK KITAB SUCI
Isvara (Maheswara) tinggal di puncak gunung Kailasa. Di sana beliau sedang mengajarkan ilmu yang suci kepada para dewa. Tiada lama kemudian mereka diberi sastra untuk pemujaan terhadap beliau dalam bentuk bhatara parama karana, Sangkan Paraning Dumadi.
Pada saat itu di Sorga ada seorang viku bernama bhagavan Vrhaspati. Ia datang dan memuja Hyang Isvara ……. Setelah selesai ia lalu menyembah. Setelah itu ia duduk. Ia menanyakan inti sari dari seluruh Ilmu Suci.
Bhagavan Vrhaspati bertanya:
“O Yang Maha Kuasa, Dewa yang tertinggi tanpa mula, ajarkanlah kepada hamba seluruh inti sari ilmu, dengan demikian akan memberikan kebahagiaan kepada semua yang bergerak dan yang tak bergerak.
Dengan perkenaanmu, O yang mulia berilah belas kasihmu kepada putramu ini, ajarkanlah seluruh ilmu pengetahuan yang suci itu. Mengapa kiranya Yang Mulia memberikan hal yang berbeda-beda, yaitu ilmu yang telah diajarkan pada para Dewa? Ada Saiva, Pasupata dan Alepaka. Yang Mulia telah mengajarkan ilmu yang berbeda-beda pula pada mereka masing-masing. Disamping itu pula terdapat banyak kitab-kitab suci. Mengapa sampai demikian…?Apakah kiranya alasan Yang Mulia mengajarkan demikian banyak ilmu, demikian banyak cara serta ajaran yang begitu banyak?”
Hyang Isvara menjawab sebagai berikut:
“Vreshaspati, tepat benar yang anda katakana. Sari pati dari karma phala disusul oleh kelahiran (bhava) di dunia dan akhirat.
Vrhaspati, anakku, pertanyaan anda bagus sekali. Mengapa aku mengajarkan ajaran yang berbeda-beda kepada para dewa, tidak lain karena banyakknya yoni yang menjadi sumber kelahiran kembali.
Mengapa terjadi hal yang berbeda-beda itu? Hal itu disebabkan oleh adanya bermacam-macam vasana. Vasana artinya perbuatan yang dilakukan oleh manusia di dunia ini. Ia menerima hasil perbuatannya itu pada kelahiran yang baru, apakah hasil itu baik atau buruk. Perbuatan apapun yang dilakukan olehnya, pada akhirnya pasti akan menghasilkan buah. Seperti halnya periuk yang berisi hingu, walaupun hingu itu habis dan periuk itu telah digosok dan dicuci, baunya akan tetap tercium, karena bau itu akan tetap melekat pada periuk. Inilah yang dinamakan Vasana.
Demikian pula halnya dengan Vasana Perbuatan (Karma Vasana). Vasana itu ada dalam atman, ia melekat padanya. Ia menodai atau mewarnai atman itu. Atman yang ternoda; hal ini disebut raga. Jadi vasana menghasilkan raga. Oleh karena itu setiap perbuatan orang akan membuahkan karmavasana. Vasana yang telah mewarnai atman akan menghasilkan karma wasana dan karman. Keduanya itu kemudian membawa kelahiran yang berbeda-beda. Misalnya yang mempunyai sifat dewa, melahirkan dewa (dewa yoni), vidhyadara (vidhyara yoni), raksasa (raksasa yoni), daitya (daitya yoni), naga (naga yoni). Sangat banyak yoni yang terjadi, yang merupakan sumber kelahiran.
……. Apabila yang dilakukan itu suatu perbuatan jahat, maka atman akan terlempar ke neraka, di mana ia akan mengalami bermacam-macam siksaan. Bila akibat dari perbuatan jahat itu telah berakhir, maka atman akan lahir menjadi binatang yang rendah.
…..Sebaliknya bila perbuatan baik yang dilakukan, maka ia akan lahir di surga dan mengalami bermacam-macam kenikmatan. Setelah masa yang menyenangkan itu berakhir, ia akan lahir sebagai putra raja atau orang yang hidup makmur. Ia dapat ilmu tinggi. Ia melihat seluruh yang ada (vastu).
Lalu timbul keinginan beremansipasi (sambega) serta cinta dan pengabdian spritual. Semuanya ini diciptakan olehnya. Ini merupakan ikatan cinta Tuhan kepadanya. Karena Tuhan mencintainya, ia mampu mengalami jadmavasana, rasa lapar, rasa panas, rasa dingin, dosa dan kesengsaraan hidup. Bila ia mengetahui semua itu ia berkata. Wah! Sungguh hebat derita hidup ini. Dalam setiap kelahiran kejadian ini pasti dialami.
Bagaimanakah aku mendapatkan ketenangan dalam kelahiran yang banyak itu. Karena itu ia menemui seorang pendeta untuk menanyakan tentang arti hidup ini. Pendeta itu memberi pelajaran kepadanya, akan tetapi tidak dalam bentuk yang pasti. Sangat sulit ilmu visesa itu. Oleh karena itu ilmu dikupas dalam berbagai Kitab Suci. Berkat pengabdiannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, semua kitab suci bisa dijadikan sumber untuk memperoleh pengertian tentang sifat-sifat Tuhan. Karena itulah terdapat banyak Kitab Suci.
Vrehaspati bertanya:
” Yang Mulia ijinkanlah hamba bertanya, manakah yang paling tinggi diantara ilmu-ilmu yang suci itu, Saiva, Pasupata atau Alepaka…?
Mahesvara menjawab:
Anakku! Tidak ada surga yang lebih rendah atau lebih tinggi. Aku telah membuat ketiga jalan itu sama bagi mereka yang mengikutinya. Hanya kekurang mampuan untuk mengerti pengetahuan itu menyebabkan adanya tinggi dan rendah tersebut. Penafsiran yang keliru mengakibatknan kesalahan……………
…………………..Wrhaspati Tattwa….
Kirang langkung ampura
Om Santih Santih Santih Om
Tiga Penyebab Bahagia Menjaga Keharmonisan dengan yang lebih rendah
Tiga Penyebab Bahagia#3: Harmonis dengan yang lebih rendah
Anakku, setelah menjaga keharmonisan dengan yang lebih tinggi dan yang setara, selanjutnya penyebab terakhir yang mengakibatkan kebahagiaan adalah keharmonisan dengan yang lebih rendah. Dalam hal ini yang dikatakan lebih rendah adalah ruang, waktu (Butha Kala), hewan dan tumbuhan, peralatan dan perabot rumah tangga, buku-buku/kitab.
“Guru Kenapa Butha Kala itu sering digambarkan sebagai mahkluk raksasa yang sangat menyeramkan dengan taring yang panjang dan tajam siap memangsa siapa saja yang dekat padanya…?”
Anakku..secara etimologis dalam bahasa Sansekerta kata bhuta kala itu artinya ruang dan waktu. Tetapi secara mitologis bhuta kala itu dibayangkan makhluk raksasa yang mengerikan.
Sesungguhnya hal itu hanyalah suatu imajinasi saja. Karena kalau manusia tidak mampu menata hidupnya sesuai dengan ruang dan waktu maka hidup ini pun akan lebih banyak deritanya daripada bahagianya. Hidup yang penuh derita itulah hidup yang mengerikan bagaikan dikejar makhluk raksasa yang menyeramkan. Karena itu dalam tattwa Agama Hindu diajarkan agar manusia senantiasa hidup harmonis dengan selalu menyesuaikan dengan keberadaan ruang dan waktu.
“Guru apakah sebenarnya Ruang dan waktu itu..?”
Ruang itu tiada lain benda-benda  angkasa yang jumlahnya tiada terhitung.  Salah satu dari benda angkasa itu adalah bumi tempat makhluk hidup yang disebut manusia melangsungkan kehidupannya. Ruang isi angkasa ini berputar sesuai dengan hukum alam (Rta). Dari perputaran isi angkasa inilah menimbulkan waktu.Ruang dan waktu adalah ciptaan TuhanJadi semua makhluk hidup isi bumi ini tidak bisa lepas dari keberadaan ruang dan waktu itu.
Menurut teori gravitasi Newton Bumi dapat berputar (pada porosnya) karena bumi mendapat gaya tarik-menarik antar planet atau dengan kata lain mendapat gaya gravitasi dari planet yang memiliki massa lebih besar dari bumi (matahari). Oleh karena itu planet-planet di alam semesta memiliki orbit (lintasan planet) yang teratur sehingga antar planet tidak saling bertabrakan.
Berbagai sistem dan ketentuan tentang penataan ruang dan waktu sudah tercipta sejak zaman dulu. Namun, sampai saat ini masih banyak terjadi kesalahan dalam mendayagunakan ruang dan waktu untuk menata kehidupan yang aman dan sejahtera lahir-batin. Misalnya; membuang sampah/limbah secara sembarangan, menebang pohon sembarangan, dan berbagai macam aktivitas yang menimbulkan ketidak seimbangan dalam alam ini. Aktivitas manusia yang tidak bijak ini akan berdampak langsung pada alam samesta. Sehingga menimbulkan efek pemanasan global yang sering dikenal dengan Global Warming.

”Guru kenapa penataan ruang dan waktu itu menjadi sesuatu yang sangat penting mohon dijelaskan …”
Tujuan manusia hidup menurut Hindu adalah: Dharma, Artha, Kama dan Moksa yang sering disebut dengan Catur Purusa Artha. Untuk mencapai semuanya itu terlebih dahulu manusia harus menjaga kesejahteraan alam lingkungannya dengan melakukan Bhuta Hita, demikian dikatakan dalam tattwa agama Hindu Sarasamuscaya 135 Bhuta artinya alam dan Hita artinya sejahtera.
Alam dan manusia memiliki hubungan yang sangat erat, bisa diibaratkan seperti Singa dan Hutan. Singa akan nyaman hidup di Hutan yang lebat, terhindar dari perburuan liar yang dilakukan oleh para pemburu karena sulit masuk ke dalam hutan yang lebat. Hutan juga bebas dari penebangan liar oleh manusia, karena takut dimangsa oleh Singa. Bila Singa itu tidak melindungi Hutan maka dia akan habis diburu oleh para pemburu, demikian pula halnya manusia, bila tidak menjaga alam samesta ini dimana dia tinggal maka dia akan habis dimangsa oleh bencana seperti; banjir, tanah longsor, kebakaran, dll.
Anakku hal nyata yang dapat kita saksikan di setiap tempat di muka bumi ini mulai kekurangan air bersih.
Sumber kehidupan umat manusia pada hakikatnya dari alam. Karena itu, kalau ingin hidup sejahtera pertama-tama sejahtrakanlah alam itu terlebih dulu. Taatilah penggunaan tata ruang yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur hukum yang sah. Janganlah demi kepentingan pribadi atau sesaat kita langgar berbagai ketentuan tata ruang.
“Guru bagaimana mengetahui waktu yang baik dan waktu yang tidak baik.., Katanya semua waktu itu baik trus kenapa ada hari baik hari tidak baik…?
Anakku.. waktu itu akan berjalan terus tidak bisa kita hentikan. Namun dalam merencanakan sesuatu, kita harus tahu waktu-waktu yang baik. Memang sebenarnya semua waktu itu baik, tapi dalam melakukan aktivitas tertentu ada waktu-waktu terang, Misalnya perayaan ulang tahun, atau mengucapkan selamat ulang tahun, bisa saja dirayakan/diucapkan bukan pas hari lahirnya, tapi yang afdol adalah merayakannya pada saat Hari Lahirnya, memberi ucapan selamat pas hari ulang tahun kerabat/kawan kita akan merasa lebih bahagia. Demikian pula perayaan Hari Kemerdekaan, Hari Besar Agama, Resepsi pernikahan kadang-kadang dirayakan tidak pada waktunya, biasanya setelahnya, karena adanya alasan tertentu. Tata guna waktu dalam tradisi Hindu dikenal dengan istilah Dewasa dan Wariga
Hal itu filosofinya bersumber dari ajaran Jyiothesa Vedangga atau ilmu astronomi Hindu. Kata dewasa berasal dari asal kata div artinya sinar atau terang. Dalam bentuk genetif menjadi devasya artinya memiliki sinar atau terang. Umat Hindu dalam melakukan sesuatu umumnya mencari dewasa atau hari baik atau hari terang
Demikian juga istilah wariga berasal dari bahasa Sansekerta juga dari kata vara artinya utama dan kata ga artinya jalan atau berjalan. Wariga maksudnya memilih jalan yang utama. Ajaran Wariga adalah ajaran yang menghitung-hitung waktu agar apa yang dilakukan sesuai benar dengan keberadaan waktunya. Kalau melakukan sesuatu dengan baik dan sesuai dengan waktunya maka sangat diyakini dalam ajaran Hindu akan memberikan pahala yang baik juga. Apalagi melakukan Panca Yadnya (korban suci yang tulus ikhlas). Misalnya dalam memberikan dana (infaq/sadakah) sebagai wujud Drewia Yadnya hendaknya berdasarkan desa, kala, dan patra. Pemberian yang demikian itu tergolong Satvika atau pemberian yang baik. Demikian dinyatakan dalam Bhagawad Gita XVII.20. Dalam Sloka Bhagawad Gita ini ada unsur Kala atau waktu yang tepat melakukan dana punia.
Guru… mohon dijelaskan apa yang dimaksud dengan waktu yang tepat dan orang yang tepat…?
Anakku… melakukan sesuatu tepat pada waktunya itu akan membawa pada kebahagiaan. Misalnya, saat ananda lapar mendapatkan makanan maka tentu Ananda menjadi senang. Saat Ananda kebingungan mencari jalan keluar tentang suatu persoalan, datang teman/kerabat memberikan solusi yang pas maka Ananda akan menjadi senang juga. Orang lain juga begitu, akan senang dibantu saat mereka membutuhkan..
Demikian juga orang yang diberikan dana punia itu harus orang yang tepat atau disebut patra.Tentang patra ini Sarasamuscaya menyatakan: Patra ngarania sang yogia wehana dana. Artinya : Patra namanya adalah orang yang patut diberikan dana punia. Jadi Patra itu bukanlah berarti keadaan. Ini artinya, kalau dana punia tepat pada waktu dan orangnya maka akan lebih bermanfaat baik bagi yang memberikan maupun bagi yang menerima.
Dalam pepatah bali ada istilah yang dihindari “nasikin segarane” menggarami air laut. “ngajahin bebek ngelangi” mengajari bebek berenang.. Semua itu adalah ungkapan-ungkapan yang mengajari kita untuk melakukan sesuatu pada waktu dan orang yang tepat.
Sebaliknya melakukan sesuatu tidak pada waktunya dan bukan pada orang yang tepat akan menjadi sia-sia/mubazir.
”Guru adakah hubungan antara waktu dengan kesehatan kita….?”
Tentu saja anakku, dalam menjaga kesehatan juga penggunaan waktu sangat penting. Misalnya bekerja, sembahyang, makan, tidur, bangun, berolah raga, beristirahat, bayar utang dan lain-lain hendaknya dilakukan pada waktunya yang tepat. Mereka yang mampu mengelola waktu dengan baik akan terhindar dari penyakit-penyakit akibat stress.
Steven R Covey dalam bukunya: First thing first, mengajarkan kita bagaimana mengelola waktu, Beliau membagi aktivitas itu menjadi 4 kelompok:
  1. Yang Penting dan Urgent
  2. Yang Penting dan Tidak Urgent
  3. Yang Tidak Penting dan Urgent
  4. Yang Tidak Penting dan Tidak Urgent
Beliau menganjurkan kita untuk mengkonsentrasikan energi kita yang terbatas ini untuk memprioritaskan pada aktivitas 1 dan 2.
“Guru adakah upaya mengharmoniskan diri dengan ruang dan waktu dalam Hindu..?
Tentu saja ada anakku, upaya ini dikenal dengan mecaru. Kata caru dalam kitab Swara Samhita artinya cantik atau harmonis. Jadi tujuan mecaru adalah untuk mencapai keharmonisan.
Lebih jauh, ananda harus menghargai peran hewan dan tumbuhan dan benda mati. Untuk menghargai beliau-beliau ini, Umat Hindu di Bali melakukan upacara Tumpek Kandang (hewan), Tumpek Uduh (tumbuh-tumbuhan), Tumpek Landep (Semua perlengkapan/peralatan produk teknologi yang memudahkan hidup manusia), Untuk menghormati buku/kitab (sekuler dan spiritual) juga lakukan pada saat perayaan Hari Saraswati.
Jadi anakku, untuk mencapai kebahagiaan kita harus menciptakan dan Menjaga Ketiga Keharmonisan ini.
Untuk menutup session ini mari kita ayat dari Sarassamuccaya 167:
“Vrttena Raksyate Dharmo, Vidya Yogena Raksyate, Mrjaya Raksyate Rupah, Kulam Silena Raksyate”
“Dharma dijaga dengan perbuatan yang baik, Pengetahuan dijaga dengan Yoga, Wajah dijaga dengan kebersihan, Sanak saudara dijaga dengan tingkah laku yang baik”
Sumber:
1. Bhagavad Gita
2. Sarassammuccaya
3. Dharma Gita
4. www.hindu-indonesia
5. www.parisada.org
6. http://www.pdf-search-engine.com/hukum-gravitasi-newton-.-pdf.html
Om Santih Santih Santih Om

ŚIVARĀTRI (Makna Spritual dan Aplikasi Keseharian)

Serve with Love by: I Wayan Sudarma (Shri Danu D.P)**
Pendahuluan
“Di antara berbagai Brata, mengunjungi tempat suci, memberi dana punya yang mahal seperti batu mulia (emas dan permata), melakukan berbagai jenis upacara Yajña, berbagai jenis tapa (pertapaan) dan melakukan berbagai kegiatan Japa (mengucapkan berulang-ulang nama-nama-Nya atau mantra untuk memuja keagungan-Nya) , semuanya itu tidak ada yang melebih keutamaan brata Śivarātri  . Demikian keutamaan Brata Śivarātri  , hendaknya Brata ini selalu dilaksanakan oleh mereka yang menginginkan keselamatan dan keberutungan. Brata Śivarātri   adalah Brata yang sangat mulia, agung yang dapat memberikan kesejahtraan dan kebahagiaan lahir dan bathin (Shastri, Śiva Purana, Koti Rudrasamhita, XL. 99-101,Vol.3, Part III, p. 1438).
Sejalan dengan pernyataan di atas, kakawin Śivarātri  kalpa menyatakan keutamaan Brata Śivarātri   seperti diwedarkan oleh Sang Hyang Śiva sebagai berikut :
“Setelah seseorang mampu melaksanakan Brata sebagai yang telah Aku ajarkan, kalahlah pahala dari semua upacara Yajña, melakukan tapa dan dana punya demikian pula menyucikan diri ke tempat-tempat suci (patìrthan), pada awal penjelmaan, walaupun seribu bahkan sejuta kali menikmati Pataka (pahala dosa dan papa), tetapi dengan pahala Brata Śivarātri   ini, semua Pataka itu lenyap”.
“Walaupun benar-benar sangat jahat, melakukan perbuatan kotor, menyakiti kebaikan hati orang lain, membunuh pandita (orang suci) juga membunuh orang yang tidak bersalah, congkak dan tidak hormat kepada guru, membunuh bayi dalam kandungan, seluruh kepapaan itu akan lenyap dengan melakukan Brata Śivarātri   yang utama, demikianlah keutamaan dan ketinggian Brata (Śivarātri) yang Aku sabdakan ini” ( Śivarātri kalpa, 37, 7-8).
Sejarah lahirnya hari raya Śivarātri  dijelaskan melalui sumber-sumber sastra, baik yang bersumber kepada Veda Smrti pada bagian Upaveda (Itihasa dan Purana), juga sumber lokal (Nusantara), sumber Eropa dan Arab Kuno. Dari sumber-sumber itu maka konstruksi (bentuk) dan nilai Śivarātri  menurut Veda jelas tergambar, yaitu merupakan vrata utama dan sempurna walaupun perwujudan pelaksanaannya tidak memerlukan sarana yang beraneka ragam dan sederhana. Hal ini dapat dilihat pada uraian berikut.
Sumber Sastra
Itihasa
Dalam Itihasa, Śivarātri  terdapat dalam Mahabharata, yaitu pada Santi Parva, dalam episode ketika Bhisma sedang berbaring di atas anak-anak panahnya Arjuna, menunggu kematian, sambil membahas dharma, mengacu kepada perayaan Maha Śivarātri  oleh raja Citrabhanu, raja Jambudvipa dari dinasti Iksvaku. Raja Citrabhanu bersama istrinya melakukan upavasa pada hari Maha Śivarātri . Rsi Astavakra bertanya: “Wahai sang raja, mengapa kalian berdua melakukan upavasa pada hari ini? Sang raja dianugerahi ingatan akan punarbhawa sebelumnya, lalu ia menjelaskan kepada sang rsi.
“Dalam kehidupanku terdahulu aku adalah seorang pemburu di Varanasi yang bernama Susvara. Kebiasaanku adalah membunuh dan menjual burung-burung dan binatang lainnya. Suatu hari aku berburu ke hutan, aku menangkap seekor kijang, namun hari keburu gelap. Aku tidak bisa pulang, kijang itu kuikat di sebatang pohon. Lalu aku naik sebatang pohon bilva. Karena aku lapar dan haus, aku tidak dapat tidur. Aku teringat anak istriku yang malang di rumah, menungguku pulang dengan rasa lapar dan gelisah. Untuk melewatkan malam aku memetik daun bilva dan menjatuhkannya ke tanah.
“Hari telah menjelang fajar, aku kembali pulang ke rumah dan menjual kijang tersebut, lalu membeli makanan untuk keluargaku. Ketika akan menyantap makanan untuk mengakhiri puasaku, seorang asing datang meminta makanan. Aku melayaninya terlebih dahulu, kemudian baru aku mengambil makananku.
“Pada saat kematianku, aku melihat para pesuruh deva Śiva, mereka menjemputku untuk dibawa kepada Śiva. Aku baru sadar bahwa aku secara tidak sengaja telah melakukan pemujaan suci pada Śiva, pada hari Śivarātri . Mereka memberitahuku bahwa ada linggam di bawah pohon. Daun yang kujatuhkan tepat jatuh di atas linggam itu. Air mataku pada saat menangisi keluargaku jatuh diatas linggam dan membersihkannya. Dan aku telah berpuasa sepanjang hari dan malam. Aku telah memuja Yang Kuasa tanpa sadar. Aku tinggal bersama dengan-Nya dan menikmati kebahagiaann Ilahi selamanya. Aku kini terlahir sebagai Citrabhanu.
Purana
Śivarātri  juga dimuat dalam purana-purana, seperti berikut:
1.      Śiva Purana (bagian Jnanasamhita) . Pada bagian ini memuat percakapan antara Suta dengan para ṛṣi, menguraikan pentingnya upacara Śivarātri. Seseorang bernama Rurudruha sangat kejam, namun setelah melaksanakan vrata Śivarātri  akhirnya menjadi sadar akan kekejaman dan kedangkalan pikirannya. Dalam Śiva Purana juga disebutkan bahwa bagi mereka yang berpuasa siang dan malam pada hari Maha Śivarātri  ini dan memuja Śiva dengan daun bilva, akan mencapai kedekatan dengan Śiva. Mereka yang melakukan vrata ini selama 12 tahun maka dinyatakan bahwa mereka akan menjadi seorang Gana yaitu pengawal Śiva.
2.      Skanda Purana (bagian Kedarakanda) . Pada bagian Kedarakanda dari Skanda Purana antara lain memuat percakapan antara Lomasa dengan para rsi. Lomasa menceritakan kepada para rsi tentang si Canda yang jahat, pembunuh segala mahluk, sampai membunuh brahmana, akhirnya dapat mengerti dan menghayati apa yang disebut “kebenaran” Dalam purana ini diuraikan tentang asal mula upacara Śivarātri  tersebut. Dalam Skanda Purana juga diceritakan kisah seorang pemburu yang identik dengan kisah pemburu dalam Santi Parva.
3.      Garuda Purana (bagian Acarakanda). Bagian ini memuat uraian singkat tentang Śivarātri , diceritakan bahwa Parvati bertanya tentang brata yang terpenting. Śiva menguraikan tentang pelaksanaan vrata Śivarātri . Seorang raja bernama Sudarasenaka pergi berburu ke hutan bersama seekor anjing. Rangkaian kisah inipun tidak berbeda dengan kisah pemburu di atas.
4.      Padma Purana (bagian Uttarakanda) . Bagian ini memuat percakapan raja Dilipa dengan Wasista. Wasista menceritakan bahwa Śivarātri  adalah vrata yang sangat utama, antara bulan Magha dan Palghuna. Dalam Padma Purana, pemburu itu bernama Nisadha. Berkat vrata Śivarātri  yang dilakukannya berhasil membawanya ke Śiva Loka.
Sumber Lokal
Sumber Jawa Kuno adalah kakawin Śivarātri kalpa (di masyarakat lebih dikenal kakawin Lubdhaka), karya mahakawi Mpu Tanakung. Karya ini ternyata bersumber dari Padma Purana. Uraian tentang Śivarātri  juga terdapat dalam lontar Aji-brata serta sejumlah karya sastra kidung dan geguritan Lubdhaka. Mpu Tanakung mengarang kakawin Śivarātri kalpa pada jaman Majapahit akhir (1447 Masehi).
Sumber Eropa
Dalam sumber-sumber Eropa ada diuraikan tentang apa yang disebut vrata Zuiverasiri (Śivarātri ). Vrata ini dilakukan pada bulan Pebruari, dikaitkan dengan kisah seorang pemburu bernama Beri yang karena kemalaman di hutan lalu naik ke atas pohon Cuola (Bilva). Semalaman ia memetik-metik daun pohon itu yang tanpa disadarinya telah dilemparkannya kepada Zuivelingga (Śivalingga) yang berada di bawah pohon itu. Akhirnya si pemburu mendapat anugerah dari Ixora (Isvara).
Sumber Arab Kuno
Selain sumber Eropa juga diketemukan uraian tentang pemujaan Śiva Mahadeva di dalam kitab Sayar-ul Okul, sebuah kitab yang memuat ontologi puisi Arab Kuno; susunan Abu Amir Asmai, orang yang dihormati sebagai Kalidasanya Arab. Kitab ini memuat sebuah syair karya Umar bin Hassam, seorang penyair besar yang karya-karyanya juga dinilai sebagai karya terbaik dalam suatu simposium yang biasanya diadakan dalam perayaan tahunan Okaz (menurut Prof. Oberai, Śivarātri  di Arab pada jaman Arab Kuno, disebut Okaz atau Sabhebarat). Dalam tulisannya, berjudul Influence of Indian Culture on Arabia, Oberai menyatakan informasi tersebut. Pada bagian lain, Oberai juga memberikan keterangan bahwa nantinya setelah terjadi peristiwa tertentu di Mekah, istilah Śivarātri  diganti menjadi Shabe Barat. Puisi ini berisi: “Orang yang menghabiskan hidupnya untuk hal-hal yang bersifat kenafsuan, jika pada akhirnya ia menjadi sadar dan ingin kembali ke jalan moral disediakan jalan ke arah itu. Walaupun ia hanya sekali memuja MAHADEVA ia bisa mendapatkan posisi yang tertinggi dalam “kebenaran”.
Śivarātri  Mengapa pada Caturdasi Krsna Paksa
“Beginilah, malam dikuasai oleh bulan. Bulan mempunyai enam belas kala atau bagian-bagian kecil. Setiap hari bila bulan menyusut, berkuranglah satu bagian kecil hingga bulan hilang seluruhnya pada malam bulan yang baru. Setelah itu setiap hari tampak sebagaian, hingga lengkap pada bulan purnama. Bulan adalah dewata yang menguasai manas yaitu pikiran dan perasaan hati. Dalam Catur Veda di dalam doa Purusa Sukta ‘Candramā manaso jāthah’. Dari Manas (pikiran) Purusha (Tuhan) timbullah bulan. Ada daya tarik menarik yang erat antara pikiran dan bulan, keduanya dapat mengalami kemunduran atau kemajuan. Susutnya bulan adalah simbul susutnya pikiran dan perasaan hati, karena pikiran dan perasaan hati dikuasai, dikurangi akhirnya dimusnahkan. Semua sadhana ditujukan pada hal ini. Manohara, pikiran dan perasaan hati harus dibunuh, sehingga maya dapat dihancurkan dan kenyataan terungkapkan. Setiap hari selama dua minggu ketika bulan menggelap, bulan, dan secara simbolis rekan imbangnya di dalam diri manusia yaitu ‘manas’ menyusut dan lenyap sebagian, kekuatannya berkurang, dan akhirnya pada malam keempat belas, Chaturdasi, sisanya hanya sedikit. Jika pada hari itu seorang sadhaka berusaha lebih giat, maka sisa yang kecil itupun dapat dihapuskan dan tercapailah Manonigraha (penguasaan pikiran dan perasaan hati). Oleh karena itu Chaaturdasi dari bagian yang gelap disebut Siwaratri. Karena malam itu seharusnya digunakan untuk japa dan dhyana kepada Siwa tanpa memikirkan soal yang lain, baik soal makan maupun tidur. Dengan demikian keberhasilan pun terjamin. Dan sekali setahun pada malam Mahasiwaratri, dianjurkan mengadakan kegiatan spiritual yang istimewa agar apa yang Savam (jasat atau simbol orang yang tak memahami kenyataan sejati) menjadi Śivam (terberkati, baik, ilahi) dengan menyingkirkan hal yang tak berharga, yang disebut Manas.”
Jadi dengan bisa dikuasainya pikiran, indrya-indryapun akan lebih mudah ditundukkan dan kebahagiaan yang sejati akan tercapai. Wrhaspati Tattwa mengajarkan ada 3 jalan untuk mencapai moksa, yaitu:
1.      Jnanabhyadreka artinya jalan pengetahuan tentang semua tattwa.
2.      Indriyayogamaarga artinya jalan pengendalian atas indrya dengan melepaskan diri dari segala indrya atau tidak menikmati indrya.
3.      Trsnadosaksaya artinya memusnahkan buah perbuatan baik dan buruk atau kerja tanpa mengikatkan diri pada hasil kerja.
Makna Spiritual
Dari kisah raja Citrabhanu, dapat kita pahami makna spiritualnya, sebagai berikut.
1.      Binatang buruan yang ditangkap itu adalah simbol nafsu, kemarahan, ketamakan, irihati dan kebencian. Hutan yang dimaksud adalah empat jenis pikiran, yaitu bawah sadar, kecerdasan, ego dan pikiran. Dalam pikiranlah “binatang” itu berkeliaran bebas, mereka ini harus diburu dan ditaklukkan serta ditangkap atau dibunuh. Pemburu yang mengejar binatang itu adalah seorang yogi.
2.      Nama pemburu itu adalah “Susvara” yang artinya berirama merdu dan menyenangkan. Jika seseorang telah melaksanakan yama dan niyama dan telah menaklukkan sifat-sifat jahat; maka ia adalah seorang yogi. Tanda-tandanya, wajah berseri-seri, bercahaya, bersuara lembut. Ini dijelaskan dalam Svetasvatara Upanishad. Pemburu atau yogi itu telah bertahun-tahun melaksanakan yoga dan telah mencapai tahapan pertama, sehingga diberi nama Susvara.
3.      Pemburu itu lahir di Varanasi. Para yogi menyebut ajna cakra dengan Varanasi. Ini adalah titik pusat antara kedua alis mata, yang merupakan pertemuan tiga arus syaraf, yaitu Ida, Pingala dan Susumna. Seorang sadhaka disarankan untuk konsentrasi pada titik ini untuk membantu menaklukkan keinginan dan sifat-sifat jahat; yang terdapat pada dirinya, seperti kemarahan dsb.
4.      Daun bilva memiliki 3 helai daun dalam satu tangkai, menggambarkan tulang belakang, yaitu Ida, Pingala dan Sumsumna; yang merupakan wilayah aktivitas dari bulan, matahari dan api atau yang dikenal dengan tiga mata Śiva. Naik ke atas pohon menyatakan naiknya daya kundalini sakti, mulai dari syaraf yang paling rendah, yaitu muladhara sampai ke ajna cakra.
5.      Pemburu mengikat kijang buruannya pada cabang pohon, ini berarti ia telah berhasil mengendalikan dan menenangkan pikirannya. Dia menuju tahap yama, niyama, pratyahara dst. Di pohon itu ia melaksanakan konsentrasi dan meditasi, bila ia tertidur, berarti ia kehilangan kesadaran, karenanya ia tetap terjaga.
6.      Istri dan anaknya adalah simbol dunia ini. Orang yang mencari berkah Tuhan, harus memiliki cinta kasih, rasa simpati untuk merangkul sesamanya. Air mata menetes menandakan cinta kasih yang universal, tanpa cinta kasih universal seseorang tak akan pernah mendapatkan berkah Tuhan. Dalam yoga tanpa berkah Tuhan, tidak akan pernah ada pencerahan. Pada tahap awal, kita harus berusaha memahami pikiran semua mahluk hidup, lalu mencintai sesamanya. Dengan ini maka tahapan samadhi akan dicapai.
7.      Tanpa sadar pemburu menjatuhkan daun bilva, artinya ia tidak memikirkan apa-apa lagi, karena aktivitasnya dipusatkan kepada 3 nadi itu. Ia tidak tidur sepanjang malam, itu menandakan bahwa ia telah memasuki keadaan ke-empat yaitu turiya atau kesadaran super. Dalam keadaan turiya lah ia melihat linggam Śiva dalam wujud cahaya batin, artinya ia telah memiliki visi Ilahi, dan telah mewujudkan Śiva dalam dirinya.
8.      Pemburu pulang dan memberi makanan kepada orang asing yang tak dikenalnya. Orang asing itu adalah si pemburu sendiri yang telah berubah menjadi manusia baru.
9.      Makanan yang dimaksud adalah rasa suka dan duka yang telah dihilangkan pada malam sebelumnya. Tetapi ia tidak menghabiskan semuanya, masih ada tersisa walaupun hanya sedikit. Inilah sebabnya mengapa ia lahir kembali sebagai raja Citrabhanu, walaupun ia telah pergi ke alam Śiva; namun tidak cukup untuk mencegah punarbhawanya.
Aktualisasi Brata Śivarātri
Dua kekuatan besar alam yang berpengaruh pada manusia, yaitu sifat rajas (yang bersifat dinamis) dan tamas (yang bersifat lamban dan bodoh). Vrata Śivarātri  membantu mengendalikan itu. Sepanjang hari itu digunakan untuk memuja kaki padma Yang Kuasa. Pemujaan Tuhan yang berkelanjutan ini mengharuskan para bhakta untuk tetap berada di tempat pemujaan. Di tempat suci ini, pikiran terkendali, sifat-sifat jahat seperti nafsu, kemarahan, kecemburuan, yang berasal dari sifat rajas, dapat ditundukkan. Para bhakta tidak tidur selama semalam, sehingga juga berhasil mengendalikan sifat tamas. Setiap tiga jam pemujaan pada linggam Śiva dilakukan. Śivarātri  adalah vrata yang sempurna. Siwaratri sebagai malam pemujaan Śiva juga berkaitan dengan perayaan terhadap menyatunya Śiva dengan Śaktinya yaitu Parvati.
Brata artinya sumpah suci, pelaksanaan sumpah suci atau tekad suci. Untuk selanjutnya kita sebut saja pelaksanaan Brata Śivarātri . Seperti disebutkan sebelumnya, pelaksanaan Brata Śivarātri   bertujuan untuk menghilangkan atau menghapuskan dosa-dosa, mengkikis dosa-dosa kita. Satu lagi disebutkan bahwa pelaksanaan Brata Śivarātri   ini juga bermakna sebagai pemberi Bhukti Mukti.
Bhukti artinya kenikmatan-kenikmat an duniawi, kepuasan-kepuasan duniawi. Kenikmatan-kenikmat an duniawi itu bisa diberikan, bisa kita dapatkan lewat pelaksanaan Brata Śivarātri  . Pelaksanaan Brata Śivarātri  juga dapat memberikan kepada orang hadiah Mukti atau pembebasan dari keterikatan duniawi.
Mona: tidak bicara hal- hal yang tidak baik dan tidak benar dirubah dengan berjapa kepada Tuhan (Śiva),karena japa adalah Yajña utama: “Mahaṛṣinam bhgur aham, Giram asmy ekam akśaram, Yajñanam japa-yajño smi, Sthavarana himalaya”- Diantara mahaṛṣi Aku adalah Bhgu; diantara ucapan suci Aku adalah Okāra; diantara Yajña Aku adalah japa mantra; diantara benda-benda tak bergerak Aku adalah Himalaya. Bhagavadgītā X.25.
Upavasa/Vrata: mengendalikan makanan dan minuman yang tamasik dan rajasik dengan makanan yang sattvik baik jenis maupun cara mendapatkannya. Puasa dapat juga dilakukan dengan mengurangi jatah biaya makan dan minum, kelebihannya digunakan untuk memberikan makan dan minum kaum fakir (matdeva bhava, pit deva bhava, athīti deva bhava, daridra deva bhava)
Jagra: mengendalikan pikiran, ucapan dan prilaku agar tetap memiliki kesadaran bahwa setiap entitas kehidupan diliputi oleh Tuhan,dan bergerak sesuai dengan dharma dan guna karmanya, sehingga tidak ada hak bagi manusia untuk mengeksploitasi apalagi menyalahkan bahkan meyakitinya dengan egoisme.  (viśva virāt svarūpa…īsvara sarva bhūtanam). Dengan kesadaran ini maka kesucian dan cinta kasih akan tumbuh subur
Pelaksanaan Brata Śivarātri  akan pas sekali, akan lebih membantu kita untuk mendapatkan berkah khusus dari Dewa Śiva jikalau pelaksanaan perayaan Śivarātri  ini kita arahkan untuk tujuan pengekangan diri, pengendalian diri, “mulat sarira” mengadakan perbaikan-perbaikan ke dalam, melihat kekurangan-kekurang an di dalam diri kita, melihat/menimbang- nimbang kurang lebihnya kita, kalau kita maju, kita majunya berapa step, kalau kita mundur, kita mundurnya seberapa kilometer ke belakang. Secara jujur kita hendaknya menilai diri kita pada Brata Śivarātri  ini. Itu yang bisa kita lakukan.
Om Śāntih Śāntih Śāntih Om
Daftar Pustaka:
1.   Agastia, IBG, Memahami Makna Siwaratri, Yayasan Dharma Sastra, Denpasar, 1997.
2.   Chaturvedi, B.K., ŚIVA, terjemahan Oka Sanjaya, editor I Wayan Maswinara, Paramita, 2002.
3.   Agastia, IBG, SIWA SMRTI, Yayasan Dharma Sastra, Denpasar, 2003.
4.   Śivananda, Sri Svami, Hari Raya & Puasa dalam Agama Hindu, terjemahan Dewi Paramita, editor I Wayan Maswinara, Paramita, Surabaya, 2002.
5.   Agastia, IBG, SIWARATRI KALPA, terjemahan, Yayasan Dharma Sastra, Denpasar, 2001.
6.   Sudharta, Tjok. Rai, SIWARATRI, Makna dan Upacara, Upada Sastra, Denpasar, 1994.
7.   Titib, I Made, Veda Sabda Suci, Pedoman Praktis Kehidupan, Paramita, Surabaya, 1996.
8.   Anandamurti, Shrii Shrii, Yama – Niyama, Sebagai Dasar Moralitas Kehidupan Spiritual, terjemahan I Ketut Nila, Persatuan Ananda Marga, 1991.

SEBAGAI MANUSIA  MERUPAKAN SUATUHadiah Luar Biasa
Manusia salah satu ciptaan Tuhan. Dia tidak dikaruniai kemampuan memanjat pohon seperti monyet dan kera, tidak diberikan kemampuan terbang seperti burung, tidak juga dikaruniai cakar, taring dan gigi yang tajam seperti harimau, tidak memiliki tenaga sebesar gajah. Dapat dibunuh oleh seekor serangga kecil. Namun manusia dikaruniai hadiah yang luar biasa yaitu kemampuan berfikir. Bila mahluk-mahluk lain harus mampu beradaptasi pada lingkungannya agar dia bisa hidup. Manusia dengan kemampuan berfikirnya bisa menciptakan lingkungannya sendiri.
Di tempat yang panas kering seperti gurun pasir, dia bisa membuat rumah yang nyaman dengan merancang rumah air conditioning. Membuat air tawar dari penyulingan air laut untuk kebutuhan hidupnya. Dengan air tawar ini dia bisa membuat lingkungan yang hijau, perumahan yang asri seperti tempat kami tinggal saat ini. Dulunya dikenal sebagai tempat tak berpenghuni, Al-Garbia, hanya ada gurun pasir, kini menjadi sebuah kota industri dengan perumahan-perumahan mewah. Ada taman-taman hijau dengan bunga beraneka warna. Semua itu tercipta karena kemampuan berfikir dari manusia.
Kita manusia bila tidak mengoptimalkan peran dari kemampuan berfikir ini, tidak bedanya dengan binatang, akan musnah bila tidak mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Mari belajar, tingkatkan kemampuan berfikir dengan memberinya makanan berupa pikiran-pikiran yang baik…

SENJATA YANG PALING AMPUH :

Percaya Diri dan Sukses

Om Swastyastu
Marilah kita tengok kembali perjalanan Sang Wiku yang senantiasa membimbing para muridnya untuk meraih sukses di bidangnya masing-masing.http://singaraja.files.wordpress.com/2010/02/kucing.jpg?w=497
Pandita yang satu ini memang sangat beda dengan Pandita yang lainnya, Beliau sebelum terjun ke ranah spiritual telah kenyang makan asam garamnya kehidupan, mulai dari masa kanak-kanak dimana setiap orang bangga dengan mainannya sendiri, masa remaja yang penuh dengan gejolak kaula muda, mereka bangga dengan teman barunya, masa berkeluarga dan bermasyarakat, bekerja menjadi seorang professional dibidangnya, membangun bisnis pribadi untuk menghidupi keluarganya, berkelana ke manca Negara. Tidak heran bila Beliau mampu memberikan trik dan tips yang jitu kepada murid-muridnya.
Hari ini adalah hari Sabtu Umanis Wuku Watugunung dalam penanggalan Kalender Bali, dimana umat Hindu di Indonesia merayakan Hari turunnya Ilmu Pengetahuan. Tuhan dalam Wujud Dewi Saraswati menganugrahkan manusia Ilmu Pengetahuan “Vid” agar manusia mendapatkan pencerahan “Vidya”, terlepas dari kegelapan pikiran “Avidya”.
Tampak Sang Pandita duduk di Madyaning Mandala sebuah Pura di bagian Barat Pulau Jawa, di kelilingi oleh para muridnya. Mereka asyik bercakap ria setelah selesai melakukan persembahyangan bersama dalam rangka Hari Raya Saraswati. Salah seorang anak muda yang dari tadi tampak serius menyimak cerita tentang pengalaman Beliau diwaktu muda, berdiri sambil mengangkat tangan dan berkata:
“Salam sejahtera guru, saya sangat tertarik mendengarkan penuturan guru tentang jalan menuju sukses, tadi guru menjelaskan bahwa di dunia ini penuh dengan persaingan, kita harus mampu memenangkan persaingan dengan sehat dan berusaha menjauhi setiap cara-cara yang tidak dibenarkan oleh ajaran dharma. Kalo boleh ananda mohon, sudilah kiranya Guru menjelaskan kepada kami apa kunci utama untuk meraih sukses…?
Dengan tersenyum sambil mengelus janggutnya yang panjang, Sang Wiku berdiri memandang ke sekelilingnya kemudian berjalan pelan mendekati anak muridnya, dengan lembut dia pegang pundak sang penanya. Anakku, “Bapa paling suka dengan anak muda yang energik dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi sepertimu, baiklah akan Bapa jelaskan, dengarkanlah kisah pengalaman Bapa berikut;
Dulu ketika Bapa masih duduk di bangku sekolah menengah, ada seorang murid yang sangat cerdas dimana ia selalu mendapat nilai yang sempurna untuk mata pelajaran matematika, guru matematika kami saat itu sampai bingung bikin soal, setiap ulangan dia pasti bisa menjawab dengan benar.
Suatu hari adalah perlombangan matematika di kabupaten kami, setiap sekolah diwajibkan untuk mengirimkan 2 orang wakilnya. Untuk menindaklanjuti hal ini maka sekolah kami mengadakan test seleksi, sudah bisa diduga hasilnya, siapa juara pertamanya, juara kedua dimana nilainya terpaut jauh dengan juara pertama adalah seorang anak yang biasa-biasa saja, bandel dan hanya senang pelajaran matematika.
Dua terbaik dari hasil test tersebut berhak ikut lomba, setiap orang dari kita memastikan dia akan juara demikian pula para guru. Dalam lomba di kabupaten tersebut, dicari 4 orang wakil yang akan dikirim ke propensi mewakili kabupaten kami.
Ternyata kami semua salah, sang jawara di sekolah kami kalah total dia hanya mampu menempati peringkat diatas 10 besar, sementara kawan kami yang biasa-biasa saja dan bandel ini malah mendapatkan juara pertama, memenangkan lomba. Kami semua jadi sangat penasaran apa gerangan yang terjadi.
Ketika kami tanya teman kami menjawab: “Saya merasa tangan ini dingin sekali, seluruh tubuh saya mengeluarkan keringat dingin, ingatan saya jadi hilang ketika berada di ruang lomba, saya lupa semua teori dan ilmu yang saya miliki, padahal soal-soal itu sudah pernah kami bahas sebelumnya”
Sebaliknya ketika kita tanya pada sang pendamping yang kemudian menjadi juara kenapa dia bisa begitu cemerlang; “ Saya pikir setiap orang dari kita berhak untuk juara, saya hanya berusaha menyelesaikan sebisa mungkin, dan saya yakin bahwa setiap orang juga bisa kalah oleh karenanya saya santai saja, mengerjakan semua soal dengan kemampuan yang ada”
Dari perjalanan Bapa, banyak sekali Bapa temui orang-orang yang memiliki kualitas tinggi, dianugrahi bakat yang hebat dan modal yang kuat oleh Yang Maha Kuasa, namun hidupnya hanya biasa-biasa saja. Sebaliknya banyak pula Bapa temui anak-anak yang memiliki kemampuan terbatas baik dalam hal intelektualitas ataupun dalam hal materi, kemudian malah hidupnya bersinar terang.
Setelah Bapa teliti ternyata orang-orang yang memiliki kemampuan biasa-biasa ini yang kemudian kehidupannya bersinar terang adalah orang-orang yang memiliki kepercayaan diri yang sangat kuat, mereka memiliki keyakinan yang besar untuk sukses pada setiap aktivitasnya.
Anakku, kepercayaan diri itu secara teori ada tiga bentuk; Diffidence (mereka yang tingkat percaya dirinya lemah, Optimal Self Confidence (mereka yang memiliki percaya diri yang optimal), Over Self Confidence (mereka yang percaya memiliki kemampuan melebihi dari kenyataannya). Dari ketiga itu yang pertama dan yang terakhir adalah tidak bagus, akan mengantar ananda pada jurang kegagalan. Sementara yang ditengah itulah yang mesti kita miliki.
Dari hasil studi ilmiah yang dilakukan dibeberapa perguruan tinggi, ternyata orang-orang yang memiliki kepercayaan diri yang optimal, mereka melakukan usaha lebih gigih, bekerja lebih ikhlas, dan lebih cerdas, mampu bertahan dalam lingkungan yang beragam, dan senantiasa memenangkan persaingan dengan jalan yang benar. Baik di bidang olah raga, dibidang akademik, rehabilitasi, dan lain-lain.
“Guru kalau percaya diri itu diibaratkan sebagai senjata, tentu merupakan senjata ampuh, mohon sudikiranya guru menjelaskan bagaimana cara menumbuhkan rasa percaya diri…?”
Om Santih Santih Santih Om





Tiga Kunci Rahasia Menuju Sukses
TIGA KUNCI RAHASIA UNTUK MERAIH SUKSES
Apakah sih definisi sukses itu? Tanpa mengacu pada kamus bahasa, definisi sukses tentunya sangat relatif. Semua orang punya definisinya masing-masing. Bagi sebagian orang, sukses bermakna pencapaian atas apa yang mereka cita-citakan. Sukses berarti mengoptimalkan potensi yang kita miliki hingga suatu saat potensi tersebut mencapai limit tertingginya. Sebagian orang lainnya menyatakan bahwa sukses adalah bahagia dan sejahtera. Bahkan adapula yang berpendapat bahwa sukses tidak akan mempunyai satu definisi yang khusus karena sukses merupakan sebuah proses perjuangan.
Bagi saya pribadi saat saya melihat putri saya tertawa terpingkal-pingkal karena seneng dan sehat, sukses bagi saya hari itu, saat melihat istri selalu tertawa riang memancarkan wajah berseri sepanjang waktu, adalah sukses buat saya. Saat target yang saya rencanakan tercapai sukses bagi saya. Saya yakin saudaraku sekalian memiliki definisi yang berbeda tentang sukses. Itu sah-saha saja. Sukses adalah hak setiap orang. Yang pasti sukses akan memberikan kesenangan, memberikan kebahagiaan bagi kita.
Kalo kita tengok pengertian sukses dari beberapa tokoh misalnya juga akan kita temukan definisi yang sangat beragam:
“Success is the ability to live your life the way you want to live it, doing what you most enjoy, surrounded by people who you admire and respect.”
- Brian Tracy, Million Dollar Habits
Sukses berarti jika seseorang menikmati dan mencintai profesinya sekarang, dan ia dikelilingi oleh orang-orang yang ia cintai dan mencintai dirinya.
“Success is the progressive realization of a worthy ideal.”
- Earl Nightingale, The Strangest Secret

Sukses adalah realisasi progresif dari prinsip-prinsip seseorang yang bernilai.
“Getting many of the things money can buy — and all the things money can’t buy. Money can buy you a mattress, but you can’t buy a good night’s sleep.”
“mendapatkan banyak hal yang bisa dibeli oleh uang – dan semua hal yang tak bisa dibeli oleh uang. Anda bisa membeli kasur, tapi Anda tak bisa membeli tidur yang nyenyak.”
-Zig Ziglar dalam suatu wawancara di majalah
Time-
Apa sih ukuran sukses itu…? Kebanyakan orang mendefinisikan sukses berdasarkan pada, kekuasaan, uang, kemasyuran.  Seorang bijak pernah mengatakan : “Uang dapat memberi Anda sebuah istana yang sangat megah, penuh dengan karya-karya seni bernilai tinggi. Uang juga dapat memenuhi rumah Anda dengan perabot terbaik dan garasi Anda dipenuhi dengan mobil-mobil mewah…namun uang tidak dapat memberi Anda rumah yang penuh dengan kasih dan penghargaan tulus dari orang-orang yang tinggal di dalamnya….Uang dapat dipakai untuk membeli ranjang emas murni, namun uang tidak dapat membeli istirahat satu menit yang disertai dengan damai di hati.”.
Sejarah telah mencatat banyak orang yang tampak sukses dari luar karena uang, kekuasaan dan kemasyuran yang dimilikinya melakukan bunuh diri, sebut saja nama: Jesse Livermore, investor terbesar di Wall Street mati bunuh diri, Leon Fraser, presiden the Bank of International Settlements, juga mati bunuh diri, Ivan Kruegar, kepala dari monopoli dunia terbesar, juga mati bunuh diri.
Bagaimanakah meraih sukses yang tidak berakhir..?
Setelah membaca dan mendengarkan banyak kisah sukses para pendahulu, perkenankan saya berbagi dengan Anda, saya datang pada satu kesimpulan bahwa ada tiga kunci yang mengantarkan seseorang untuk bisa membuka pintu gerbang kesuksesan yaitu:
  1. Berfikir baik,
  2. Berbicara baik
  3. Berbuat baik,
Berfikir Baik.
Segala aktivitas kita (berbuat atau berbicara) berawal dari pikiran, pikiran boleh dikatakan sebagai driver dari semua aktivitas hidup ini. Pikiran ini hanya dimiliki oleh manusia, karena pikiran ini pula maka manusia menjadi mahluk yang berbeda di bumi ini. Pikiran memiliki dua sisi, pikiran baik dan buruk. Bila kita tidak waspada dalam mengontrolnya maka pikiran ini akan menjadi musuh besar bagi kita, dia bisa menjerumuskan kita ke kubangan kawah candra dimuka (kawah yang penuh dengan segala macam penderitaan).
Sebaliknya bila kita rajin membersikan pikiran kita dengan kejujuran maka, pikiran ini akan semakin jernih, mudah diarahkan, mudah dikonsentrasikan, sehingga kita bisa meraih output yang optimum dari setiap aktivitas kita.
Pikiran sangat mudah dipengaruhi oleh panca indera kita, sehingga bila kita tidak waspada,  maka pikiran itu bisa mengarah pada hal buruk. Panca Indra kontak dengan alam material ini akan membangkitkan keinginan untuk memiliki, namun bila pikiran itu selalu terkondisi untuk berfikir baik, benar dan suci maka keinginan yang tidak baik akan segera bisa dihapus digantikan dengan keinginan yang baik. Selanjutnya pikiran yang baik ini bisa mengontrol panca indra, mengarahkannya untuk kebaikan pula.
Pikiran baik: Berfikir bagaimana membahagiakan orang tua, anak dan istri, keluarga,  memberikan pelayanan kepada umat manusia, memberikan sesuatu yang bernilai buat Negara atau masyarakat. Berfikir memberikan sesuatu yang mampu menjaga kebersamaan, persaudaraan, persatuan. Berfikir memberikan kontribusi positif pada perkembangan umat manusia di segala bidang kehidupan.
Pikiran yang baik telah mengantarkan orang untuk menghasilkan karya-karya besar, baik dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi, Seni dan Budaya, Budi Pekerti dan Spritual, dan Sosial Ekonomi. Tidak jarang dari pikiran-pikiran baik ini mengantarkan mereka pada rumah kesuksesan dalam hidupnya.
Bicara Baik.
Dalam sebuah karya sastra peninggalan leluhur kita yang tertuang dalam sebuah kitab kuno tertulis dalam bahasa kawi  dinyatakan:
Wahya nimitanta matemu mitra
Wahya nimitanta matemu artha
Wahya nimitanta matemu laksmi
Wahya nimitanta pati kepangguh
Karena perkataan engkau mendapatkan sahabat
Karena perkataan engkau mendapatkan harta
Karena perkataan engkau mendapatkan kebahagiaan
Karena perkataan engkau mendapatkan ajalmu.
Dalam pergaulan sehari-hari, orang yang pinter membawa perkataannya, bisa menjaga perasaan temen, berkata jujur dan apa adanya, tidak melebih-lebihkan atau menguranginya,  sangat disegani dan senangi temen-temennya, mudah mendapatkan sahabat. Sebaliknya mereka yang mudah mengeluarkan kata-kata kasar, kata menghardik, membentak, menfitnah, berbohong, akan tidak disukai di tempat kerja, di masyarakat, di manapun dia berada.
Contoh kecil saja, sebelum kita diterima bekerja di suatu perusahaan ada tahapan test yang disebut dengan Test Wawancara, di sini kita bener-bener ditantang menggunakan perkataan kita untuk menunjukkan pengetahuan, keahlian dan pengalaman kita. Bila perkataan kita mampu meyakinkan pewawancara bahwa kita orang yang memiliki kwalifikasi yang diinginkan, baik dari segi skill maupun dari kepribadian, maka kita akan diterima menjadi karyawan, selanjutnya kita akan mendapatkan gaji, dengan gaji ini kita bisa membeli harta yang kita butuhkan.
Hampir seluruh dari kegiatan bisnis dan ekonomi di dunia ini tidak lepas dari peran perkataan, sehingga mereka yang ingin sukses mesti bisa mengelola perkataannya dengan baik.
Luka karena senjata bisa disembuhkan, namun luka karena perkataan dibawa hingga ke liang kubur, demikian sehingga dikatakan lidah lebih tajam dari senjata tajam manapun.
Hidup di alam ini yang memberikan kita predikat sukses adalah manusia, yang membeli produk kita adalah manusia, yang membeli jasa kita juga manusia, yang membeli skill kita juga manusia. Bicara adalah salah satu media komunikasi yang paling banyak dipakai manusia.
Mereka yang pinter meyakinkan pelanggan dengan perkataannya adalah marketer yang sukses, mereka yang mampu memotivasi participant dengan  perkataannya, adalah seorang motivator yang ulung.
Hidup di negara asing, kita harus bener-bener menghargai budaya dan hukum di negeri di tempat kita tinggal dengan tidak sembarangan berbicara. Jangan bicara tentang sara, tentang politik atau tentang pemimpin negerinya. Kita bersyukur telah diberi kesempatan untuk mengais rejeki di negerinya, jadi tunjukkanlah rasa terimakasih kita dengan mewujudkannya dalam perkataan pula.
Pikiran yang baik butuh ruang untuk mengutarakannya sehingga orang tahu bahwa Anda punya kwalitas, ruang itu yang bernama bicara. Bicaralah maka orang tahu siapa Anda.
Berbuat Baik
Attitude not Aptitude determines your altitude (anonym)
Perbuatan, bukan Kecerdasan yang menentukan derajat Anda
Pikiran yang baik, perkataan yang baik, tidaklah cukup bila tidak dibuktikan dengan prilaku yang baik. Trust (kepercayaan) dalam bisnis ada bila bukti itu ada. Tidak heran bila sesepuh kita dari Bali menasehatkan:
“Lontar A Siu Alah Dening Bukti Asiki”
(Seseorang yang menguasai Seribu Kitab tanpa mengimplementasikannya pada prilaku, kalah dengan seseorang yang tidak menguasai satupun kitab tapi telah membuktikannya dalam prilaku yang baik walaupun hanya sekali).
Saudaraku sekalian, saat keheningan menghampiri seakan mereka berpesan pada saya bahwa untuk mencapai sukses itu kita harus mampu menyelaraskan antara pikiran, perkataan dan perbuatan kita. Apa yang kita pikirkan, yang kita ucapkan dan yang kita lakukan semuanya yang baik-baik, pasti sukses itu akan datang menghampiri.
Sukses adalah sebuah produk dari ketiga aktivitas tadi (pikiran baik, perkataan baik dan perbuatan baik). Saya tidak tahu apakah kesimpulan saya ini benar adanya, atau mungkin saudaraku semua memiliki pendekatan, metoda atau kesimpulan-kesimpulan lain yang bisa disharing demi kemajuan kita bersama….? Monggo..Rarisang..Silahkan….
Saya tunggu sharingnya…

APA  YANG TERSIRAT  DALAM:

Sarasamuccaya Sloka 52 dan 53

Nihan kengeta, akweh mara samsam ring alas, mangkana ikang lwah ring alas nirmaladalem aho banunya, kunang suluhanta sang hyang nicakara, tatan padon karjananing wibhawa, sugyan kalaksepa.
Artinya:
Ini hendaknya diingat, bahnyaklah ada tumbuh-tumbuhan di dalam hutan yang daunnya boleh dimakan; begitupun sungai yang dalam serta jernih airnya terdapat pula di sana; adapun yang merupakan penerangan adalah bulan; sehingga sebenarnya tidak ada gunanya mati-matian mengejar kekayaan duniawi, karena mungkin terlambat dan membuang-buang waktu saja.
Bhagavan Wararuci menjelaskan bahwa kita kudu memanfaatkan kehidupan ini dengan sebaik mungkin, Tuhan telah menyediakan alam beserta isinya untuk kehidupan manusia dan sekitarnya. Ingatlah selalu untuk melakukan aktivitas sepritualmu, dalam setiap aktivitasmu. Bukan hanya berusaha mati-matian mendapatkan harta duniawi. Luangkan pula waktumu untuk mengusahakan harta sorgawi, untuk bekal nanti saat melakukan perjalanan ke sunya loka. Sebelum semuanya terlambat…. Hayo kumpulkan jugalah harta sorgawi.
Vyaprtenapi hi svarthah kriyate cantare’ntare, medhri prste’pi hi bhramyan grasam grasam karoti gauh.
Nihan tang ulaha, ri duweganyan harohara hosana ngwang, i kagawayaning dharmasadhana, sambina tikang artharjana riang antara sangka pisan, kadi kramaning lembu sedeng mesi hanungan walakangnya, mider ring sawah, sinambinya angjanggut dukut, saparek kaparah ri lakunya.
Artinya:
Ini hendaknya dilakukan, meskipun sangat sibuk sampai terengah-engah orang dalam pelaksanaan dharma, sambilkanlah berusaha mencari harta dalam sela-sela kesibukan itu, sebagai halnya lembu yang tengah berisi gandar bajak punggungnya, berkeliling menarik (bajak) di sawah, disambilkannya mencabut/menarik rumput yang ada di dekatnya, maka karna itu ia (si lembu) menjadi senang.
Bhagavan Vararuci kemudian melanjutkan penjelasannya, untuk menjaga keseimbangan dalam aktivitas kita. Di ibaratkan seperti lembu yang berat memanggul bajak, menarik bajak (kwajiban yang harus dia lakukan dalam hidupnya), disambilkannya juga mencabut menarik rumput sehingga hatinya menjadi senang. Jadi dalam kesibukan kita melakukan kwajiban spritual kita pun menyambilkan diri kita untuk mengais rejeki/kenikmatan hidup. Sehingga di dunia ini hati kita menjadi senang dan bisa menikmati setiap aktivitas yang merupakan kewajiban kita, yang merupakan kombinasi keduanya. Bisa melakukan segala sesuatu secara paralel, sehingga waktu yang singkat (umur manusia kini rata-rata 50-75 tahun)  ini akan bisa dimanfaatkan sebaik mungkin.
DALAM WEDA  APAPUN ADA….

Ayurweda dan Jyotisha

APAKAH AYURWEDA DAN JYOTISHA?
Ayurweda adalah salah sastu Upaweda dari Atharwa Weda. Empat Upaweda yang populer adalah Ayurweda, Dhanurweda, Gandharweda dan Artha Shastra. Ayurweda memiliki akarnya dalam Atharwa Weda. Dikatakan bahwa teks asli Ayurweda, disusun oleh Brahma sendiri, berisi 100.000 sloka tersebar dalam ribuan bab dan disusun jauh sebelum penciptaan mahluk (Susruta Samhita 1:1-5). Sekarang, Atharwa Weda hanya terdiri dari enam ribu (6.000) sloka, jadi beberapa orang menyebut Ayurweda adalah Weda Kelima.
Ayurweda bukan mistikisme. Ia bukan voodoo (sihir), tapi satu studi sistematik dari tubuh, pikiran dan jiwa manusia. Bila pengobatan Barat, dengan pil dan pemeriksaannya, tanpa lelah mencari untuk mengisolasi dan menghancurkan organisme yang menyerang masuk, Ayurweda mempercayakannya pada observasi klinik termasuk seni kuno mendiagnose pengobatan seorang pasien dengan merasakan denyut nadinya – untuk mengindentifikasi ketidak-seimbangan dari tiga kekuatan dasar yang bernama Wata, Pitta dan Kapha.
Secara definisi, Wata bertanggung jawab untuk gerakan badan dan psikologi – nada otot dan kemurungan (muscle tone and moodiness). Orang yang didominasi oleh Wata lekas gugup, gelisah, dan cenderung bagi tekanan darah tinggi. Pitta mengatur panas dan metabolisme. Orang yang didominasi oleh Pitta adalah sungguh-sungguh (serius, intense), memiliki intelek yang tajam dan cepat marah. Sakit kulit dan bisul mungkin berasal dari dominasi kekuatan ini.
Kapha menjaga/mempertahankan struktur dan stabilitas. Orang dengan tipe Kapha adalah kuat, berkepribadian tenang, seimbang yang cenderung mudah menjadi gemuk.
Menurut Ayurweda, sepuluh kepribadian yang berbeda muncul dari kombinasi berbeda dari kekuatan Wata, Pitta dan Kapha dalam tubuh. Dengan menyeimbangkan tiga kekuatan itu melalui mediasi, diet, daun-daun (herbal) dan latihan khusus, seseorang akan mencapai kesehatan yang sempurna.
Dokter-dokter termashur dari Ayur Weda adalah Charraka (80 – 180 AD), Susruta (350 AD), Vagbhata (610 – 850) dan Madhwa (1370 AD).
APAKAH ASTROLOGI DAN ASTRONOMI ADA KAITANNYA?
Dalam agama Hindu, kata Jyotisha berarti astrologi dan astronomi. Keduanya merupakan bagian dari kelompok yang disebut Wedangga. Sejarahwan Hindu menolak teori bahwa orang Hindu mewarisi pengetahuan mereka mengenai astronomi dan astrologi dari orang Yunani. Menurut mereka, astronomi dan astrologi berasal dari India sejak 6.000 tahun yang lalu. Tulisan Hindu paling awal mengenai astronomi dikenal sebagai Siddhanta. Aryabhata (467-520), ahli matematika Hindu, adalah orang pertama yang mencoba menjelaskan penyebab sebenarnya dari gerhana. Astronom besar Hindu yang lain adalah Warahamihira (505-567)
Orang-orang Hindu senantiasa tertarik dengan astrologi. Astrologi Hindu berfungsi dengan realitas-realitas dari karma, reinkarnasi, dan dunia dalam yang kita tempati pada waktu mati. Menurut legenda, Reshi Brighu menulis peta astrologi yang memberikan horoskop untuk setiap orang yang lahir atau akan lahir di dunia ini. Tulisan-tulisan Brighu dikenal secara popular sebagai Brighu Samhita dan masih dimiliki oleh beberapa astrologer di India.
Risalah besar lain mengenai astrologi dikenal sebagai Sathya Samhita, Narada Samhita dan Saptarisi Nadi. Saptarisi Nadi terdiri dari 12 buku dan dicetak dalam bahasa Tamil. Brighu Samhita terdiri dari empat buku dan kira-kira sepuluh ribu sloka. Beberapa orang mengatakan bahwa pada suatu waktu astrologi merupakan ilmu pengetahuan yang berkembang dengan baik. Tapi dewasa ini astrologi hanya tinggal kerangka saja, dengan kebanyakan pengetahuannya yang berharga hilang karena praktek-praktek kerahasiaan yang keterlaluan oleh orang-orang terpelajar dalam masyarakat Hindu.
APAKAH ANDA BERMAKSUD MENGATAKAN BAHWA KITA HENDAKNYA MENGABAIKAN SAMA SEKALI ASTROLOGI?
Aku tak bisa mengatakan demikian. Bila bulan dapat mempengaruhi gelombang laut, mengapa bintang-bintang tidak dapat mempengaruhi gelombang hidup seorang manusia? Manusia pada intinya adalah sebuah jaringan eletromagnetik. Jadi gerakan-gerakan dari planet-planet dan bintang-bintang yang mempengaruhi lapangan magnetik bumi dapat juga mempengaruhi lapangan magnetik dari mahluk hidup. Nostradamus (1505-1566 A.D), dokter dan astrologer Prancis itu, memang telah meramalkan banyak kejadian dalam sejarah dunia, seperti penghukuman mati Raja Charles IX, kemunculan dan kejatuhan Napoleon dan Adolf Hitler, dan bahkan pembunuhan Presiden Kennedy. Beberapa dari peristiwa ini mungkin hanya kebetulan yang aneh dan beberapa dari padanya mungkin dapat dijelaskan dengan teori probabilitas. Bagaimanapun, aku tidak akan mengesampingkan astrologi sebagai suatu ilmu palsu tanpa agumentasi fanatik untuk menentang ataupun membelanya
TATA NEGARA   MEURUT  AGAMA INDHU.

Ajaran Kepemimpinan Hindu

Asta Dasa Paramiteng Prabu-Majapahit

Pada masa silam Nusantara pernah mengalami kejayaan terutama pada masa keemasan kerajaan Majapahit. Kepemimpinan Gajah Mada selaku Mahapatih negara Majapahit sangat disegani di seluruh wilayah kerajaannya. Dia telah menerapkan dan mengajarkan prinsip-prinsip kepemimpinan pada seluruh bawahannya, ilmu kepemimpinanyang tidak kalah dengan buah karya dari negeri seberang.
Ilmu kepemimpinan yang diterapkan oleh Maha Patih Gajah Mada ini di kenal dengan Asta Dasa Paramiteng Prabu (18 Ilmu Kepemimpinan) antara lain :
  1. Wijaya
    Artinya seorang pemimpin harus mempunyai jiwa yang tenang, sabar dan bijaksana serta tidak lekas panik dalam menghadapi berbagai macam persoalan karena hanya dengan jiwa yang tenang masalah akan dapat dipecahkan.
  2. Mantriwira
    Artinya seorang pemimpin harus berani membela dan menegakkan kebenaran dan keadilan tanpa terpengaruh tekanan dari pihak manapun.
  3. Natangguan
    Artinya seorang pemimpin harus mendapat kepercayaan dari masyarakat dan berusaha menjaga kepercayaan yang diberikan tersebut sebagai tanggung jawab dan kehormatan.
  4. Satya Bhakti Prabhu
    Artinya seorang pemimpin harus memiliki loyalitas kepada kepentingan yang lebih tinggi dan bertindak dengan penuh kesetiaan demi nusa dan bangsa.
  5. Wagmiwak
    Artinya seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan mengutarakan pendapatnya, pandai berbicara dengan tutur kata yang tertib dan sopan serta mampu menggugah semangat masyarakatnya.
  6. Wicaksaneng Naya
    Artinya seorang pemimpin harus pandai berdiplomasi dan pandai mengatur strategi dan siasat.
  7. Sarjawa Upasama
    Artinya seorang pemimpin harus rendah hati, tidak boleh sombong, congkak, mentang-mentang jadi pemimpin dan tidak sok berkuasa.
  8. Dhirotsaha
    Artinya seorang pemimpin harus rajin dan tekun bekerja, pemimpin harus memusatkan rasa, cipta, karsa dan karyanya untuk mengabdi kepada kepentingan umum.
  9. Tan Satrsna
    Maksudnya seorang pemimpin tidak boleh memihak/pilih kasih terhadap salah satu golongan atau memihak saudaranya, tetapi harus mampu mengatasi segala paham golongan, sehingga dengan demikian akan mampu mempersatukan seluruh potensi masyarakatnya untuk mensukseskan cita-cita bersama.
  10. Masihi Samasta Bhuwana
    Maksudnya seorang pemimpin mencintai alam semesta dengan melestarikan lingkungan hidup sebagai karunia dari Tuhan/Hyang Widhi dan mengelola sumber daya alam dengan sebaik-baiknya demi kesejahteraan rakyat.
  11. Sih Samasta Bhuwana
    Maksudnya seorang pemimpin dicintai oleh segenap lapisan masyarakat dan sebaliknya pemimpin mencintai rakyatnya.
  12. Negara Gineng Pratijna
    Maksudnya seorang pemimpin senantiasa mengutamakan kepentingan negara dari pada kepentingan pribadi ataupun golongan, maupun keluarganya.
  13. Dibyacitta
    Maksudnya seorang pemimpin harus lapang dada dan bersedia menerima pendapat orang lain atau bawahannya (akomodatif dan aspiratif).
  14. Sumantri
    Maksudnya seorang pemimpin harus tegas, jujur, bersih dan berwibawa.
  15. Nayaken Musuh
    Maksudnya dapat menguasai musuh-musuh, baik yang datang dari dalam maupun dari luar, termasuk juga yang ada di dalam dirinya sendiri (nafsunya/sadripu).
  16. Ambek Parama Artha
    Maksudnya seorang pemimpin harus pandai menentukan prioritas atau mengutamakan hal-hal yang lebih penting bagi kesejahteraan dan kepentingan umum.
  17. Waspada Purwa Artha
    Maksudnya seorang pemimpin selalu waspada dan mau melakukan mawas diri (Instropeksi) untuk melakukan perbaikan.
  18. Prasaja
    Artinya seorang pemimpin supaya berpola hidup sederhana (Aparigraha), tidak berfoya-foya atau serba gemerlap.
Ajaran Kepemimpinan Hindu (Asta Brata-Ramayana)
Di bangku kuliah, kita diajarkan manajemen, yang sebagian besar mengadopsi ajaran-ajaran dari bangsa Barat. Apakah bangsa Timur tidak mewariskan ajaran-ajaran kepemimpinan yang dapat digunakan untuk memimpin negara menuju kesejahteraan dan kemakmuran rakyat?. Setelah saya coba buka-buka buku dan sejarah ternyata Bangsa Timur tidak kalah dengan bangsa Barat. Bangsa kitapun (Timur) telah mewariskan banyak ilmu-ilmu manajemen.  Salah satunya adalah ASTA BRATA  yang telah diterapkan di bumi nusantara ini sejak ribuan tahun silam hingga negeri ini sempat mengalami kejayaan pada masa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit.
Ramayana
Sebuah Sastra Weda yang telah digubah dengan bentuk Kakawin/Kakawin Ramayana Bab I Sloka 3 menyebutkan :
Gunamanta Sang Dasaratha, Wruh Sira ring Weda, Bhakti ring Dewa Tan Marlupeng pitra puja, masih ta sireng swagotra kabeh.
Maksudnya : Bahwa Raja Dasaratha adalah seorang pemimpin yang memahami pengetahuan suci Weda, taat beragama, Bhakti kepada Tuhan dan tidak melupakan leluhur/pendahulu-pendahulunya serta adil dan mengasihi seluruh rakyatnya.
Raja berputrakan Sri Rama ini adalah seorang pemimpin yang patut dijadikan panutan. Artinya seorang pemimpin harus menguasai : ilmu pengetahuan & teknologi, agama, taat kepada Tuhan, hormat kepada para pahlawan dan pendahulu-pendahulunya, adil serta sayang kepada rakyatnya.Asta Brata
Asta Brata artinya delapan ajaran utama tentang kepemimpinan yang merupakan petunjuk Sri Rama kepada Bharata (adiknya) yang akan dinobatkan menjadi Raja Ayodhya. Asta Brata disimbulkan dengan sifat-sifat mulia dari alam semesta yang patut dijadikan pedoman bagi setiap pemimpin, yaitu :
  1. Indra Brata
    Seorang pemimpin hendaknya seperti hujan yaitu senantiasa mengusahakan kemakmuran bagi rakyatnya dan dalam setiap tindakannya dapat membawa kesejukan dan penuh kewibawaan.
  2. Yama Brata
    Pemimpin hendaknya meneladani sifat-sifat Dewa Yama, yaitu berani menegakkan keadilan menurut hukum atau peraturan yang berlaku demi mengayomi masyarakat.
  3. Surya Brata
    Pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti Matahari (surya) yang mampu memberikan semangat dan kekuatan pada kehidupan yang penuh dinamika dan sebagai sumber energi.
  4. Candra Brata
    Pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat seperti bulan yaitu mampu memberikan penerangan bagi rakyatnya yang berada dalam kegelapan/kebodohan dengan menampilkan wajah yang penuh kesejukan dan penuh simpati sehingga masyarakatnya merasa tentram dan hidup nyaman.
  5. Vayu Brata (maruta)
    Pemimpin hendaknya ibarat angin, senantiasa berada di tengah-tengah masyarakatnya, memberikan kesegaran dan selalu turun ke bawah untuk mengenal denyut kehidupan masyarakat yang dipimpinnya.
  6. Bhumi (Danada)
    Pemimpin hendaknya memiliki sifat-sifat utama dari bumi yaitu teguh, menjadi landasan berpijak dan memberi segala yang dimiliki untuk kesejahteraan masyarakatnya.
  7. Varuna Brata
    Pemimpin hendaknya bersifat seperti samudra yaitu memiliki wawasan yang luas, mampu mengatasi setiap gejolak (riak) dengan baik, penuh kearifan dan kebijaksanaan.
  8. Agni Brata
    Pemimpin hendaknya memiliki sifat mulia dari api yaitu mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan, tetap teguh dan tegak dalam prinsip dan menindak/menghanguskan yang bersalah tanpa pilih kasih

SEX EDUCATIO MENURUT  HINDHU
Polyandri dan Polygamy
Tempo hari Polyandri dan Polygamy menjadi perbincangan banyak orang, dan setiap dari mereka memberikan pandangannya masing-masing apakah setuju atau tidak setuju, alasan menolak atau menerima ada yang mendasarkan diri pada logika belaka, ada pula yang merujuk kepada ajaran-ajaran suci agamanya masing-masing.
Bagaimanakah pandangan umat hindhu tentang Polyandry dan Polygamy? berikut penjelasan dari Ida Pandita Nabe Sri Bhagavan Dwija.
Rekan-rekan sedharma Yth.
Om Swastiastu,
1.      Polyandry is the form of marriage in which a woman has two or more husbands at the same time. Polygamy is the form of marriage that permits a person to have more than one wife at the same time. Polygyny, women appear to welcome co-wives. Lebih jauh Encyclopedia Americana menguraikan bahwa bilamana dalam polyandry para suami bersaudara kandung, dinamakan Adelphic polyandry atau Fraternal polyandry. Bilamana seorang lelaki menikahi dua atau lebih wanita yang bersaudara kandung pada suatu waktu yang sama disebut Sororal polygyny. Bedanya polygamy dengan polygyny adalah bahwa dalam polygyny istri pertama justru dengan suka rela (senang) menyarankan agar suaminya mengawini lagi adik atau kakak kandungnya yang perempuan. Plural marriage seperti ini di zaman dahulu banyak terjadi di Mesir, Arab, Afrika, Irlandia, Cina, Jepang, Oceania, Tibet, India, Amerika (suku Mormon), Asia Tenggara. Motivasi plural marriage antara lain:
  1.  menjaga agar warisan (tanah) tidak terpecah-pecah.
  2. mendapat keturunan/ anak kandung.
  3. menghimpun tenaga kerja.
  4. meningkatkan kesejahteraan perekonomian rumah tangga (home economics).
  5. status sosial / harga diri.
  6. sex needs.
  7. menghemat biaya perkawinan, penjelasannya sbb.: di Tibet, mas kawin mahal; maka laki-laki miskin yang tidak mampu membayar mas kawin lalu menumpang kawin dengan istri kakak/ adiknya (polyandry).
2.      Ketika hidup dalam penyamaran di Ekacakra, para Pandawa dikunjungi Bhagawan Abyasa; beliau berkata: “Suatu ketika ada gadis cantik anak seorang Brahmin namun karena karmanya ia tidak menemukan seorang calon suami sesuai dengan seleranya. Ia lalu memohon kepada Dewa Siwa agar diberikan suami yang bijaksana. Permintaan itu didengar Dewa Siwa, kemudian berkata: “Doa/ permintaanmu Aku kabulkan pada penjelmaanmu y.a.d di mana kamu akan mengawini 5 orang kesatria yang bijaksana”. Gadis itu menjawab: ” Maaf, saya hanya ingin kawin dengan seorang lelaki saja, kenapa Dewa Siwa memberikan kepada saya sekali gus 5 suami?” Dewa Siwa menjawab: “Bukankah kamu telah mengucapkan dan meminta kepada-Ku suami yang bijak selama lima kali berturut-turut? Semua permintaanmu Ku-kabulkan karena kebajikan ayahmu.” Bhagawan Abyasa melanjutkan: “Nah kini roh gadis itu telah menjelma menjadi Drupadi, adik raja Drupada. Pergilah ke ibu kota Pancala dan jadikanlah ia istri kalian !” Sebelum itu Dewi Kunti selalu berpesan kepada kelima anaknya Panca Pandawa: “Mengingat penderitaan yang kalian alami bersama, hendaknya kalian selalu setia bersaudara, dan apapun yang kalian peroleh agar dibagi lima sama rata” Nah ketika Arjuna memenangkan sayembara mengangkat panah di Pancala serta mendapat hadiah gadis Drupadi, maka diajaklah Drupadi ke gubuk mereka. Sampai diluar gubuk, Yudistira berseru ke Dewi Kunti: “Ibu, kami datang membawa hadiah” Dewi Kunti, tanpa melihat dan membuka pintu berkata dari dalam gubuk: “Seperti biasanya, bagi dan nikmatilah bersama-sama oleh kalian berlima” Alangkah kagetnya Dewi Kunti ketika membuka pintu, ternyata hadiah itu adalah seorang gadis cantik. Masalah ini menjadi perdebatan yang hangat antara Drupada, Yudistira, Dewi Kunti, Drustajumna, dan Bhagawan Abyasa. Drupada berkata: “Perbuatan itu tidak dilarang oleh Weda”. Yudistira berkata: “Dalam Purana ada kisah tentang Jatila, gadis berbudi luhur yang kawin dengan 7 orang sadu” Dewi Kunti berkata: “Yudistira benar karena ia hanya melaksanakan apa yang kusuruh” Drustajumna berkata: “Kesusilan adalah perkara yang sangat pelik” Bhagawan Abyasa berkata: “Drupadi telah menerima berkah Dewa Siwa ia akan kawin dengan 5 kesatria utama yang bersaudara; adakah manusia yang berani menentang kehendak Siwa?
3.      Manawa Dharmasastra Buku III.60: Pada keluarga di mana suami berbahagia dengan istrinya dan demikian pula sang istri terhadap suaminya, kebahagiaan pasti kekal. 56: di mana wanita dihormati para Dewa merasa senang, tetapi di mana mereka tidak dihormati, tidak ada upacara suci apapun yang akan berpahala.
4.      UU Republik Indonesia Nomor 1/ 1974 pasal 8 tentang PERKAWINAN YANG DILARANG: ayat e: Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan istri dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang. Selanjutnya pasal 24 dan 27 mengatur PEMBATALAN PERKAWINAN antara lain jika salah satu atau kedua calon mempelai masih terikat dalam satu ikatan perkawinan lain.
  1. Kesimpulan: monogamy sesuai dengan hukum dan budaya zaman sekarang.
Sekian dahulu semoga ada manfaatnya.
Om Santi, Santi, Santi, Om…..

TATA NEGARA Hindu

Artasastra

Apakah ilmu politik ada dalam agama hindu….?Tentu Ada,
Dimanakah pelajaran Ilmu Politik itu dimuat? Dalam Kitab Arthasastra
Seperti apakah kitab Artha sastra itu?..Ringkasnya Arthasastra mengajarkan berbagai ajaran kepemimpinan yang berorientasi pada kepentingan rakyat. Arthasastra di tulis oleh Kauntilya atau dikenal pula dengan nama Chanakya, sekitar tahun 250 SM.
Kitab ini ditulis oleh Kauntilya saat mana keadaan politik di negeri India kacau, para pejabat/bangsawan sibuk berpestapora, negara tidak terurus, korupsi merajalela di sana-sini, yang menjadi korban adalah rakyat, rakyat dibebani berbagai macam pajak dan iuran/pungutan yang tidak perlu. Terlebih lagi India saat itu mengalami ancaman ekspedisi militer dari Kaisar Alexander Yang Agung raja Yunani
Sebagai seorang yang terpelajar, cerdas dan perduli dengan keadaan rakyat Kauntilya memberikan kritik pada kekuasaan saat itu, namun penguasa saat itu menghinanya. Hal ini tidak menyurutkan semangat dari Kauntilya untuk memperjuangkan hak-hak rakyat. Dia bertekad membangun kekuatan rakyat untuk meruntuhkan kekuasaan yang korup.
Langkah awal yang diambilnya adalah membangun kesadaran rakyat terhadap negara, ini dilakukannya dengan berkeliling ke seluruh wilayah India. Setelah kesadaran rakyat terhadap negara terbangun maka beliau mengajarkan tentang kekuasaan, merebut kekuasaan, mempertahankan kekuasaan dan memfungsikan kekuasaan sebagai istrumen kesejahteraan sosial.

Kauntilya mengajarkan bagaimana menjatuhkan para penguasa yang korup dengan memanfaatkan Indria (nafsu), yaitu dengan membiarkan mereka terjebak dalam kubangan nafsu, sebaliknya kekuatan rakyat digalang dengan melakukan pengendalian Indria (nafsu) seperti yang diajarkan dalam Kitab suci Weda.

Chanakya bersama rakyat berhasil menjatuhkan penguasa dengan menjebak para penguasa pada kubangan nafsu (Indria) mereka. Beliau menobatkan muridnya Chandragupta menjadi Raja kerajaan saat itu. Seorang pemuda dari rakyat jelata, golongan sudra. Sejak itu kerajaan dikuasai oleh rakyat dan pemimpin yang mau melayani rakyat. Kerajaan ini kemudian berkembang pesat sehingga mampu menguasai sebagian besar India selatan. Kerajaan ini kemudian dikenal dengan nam Kerajaan Asoka. Kerajaan ini merupakan pusat perkembangan kebudayaan yang berbasiskan rasionalitas yang dirintis sejak Upanishad dan Buddha sekitar tahun 600 SM.
Raja Asoka generasi dari Chandragupta, menghapuskan deskriminasi sosial dan mengumumkan penghapusan segala tindak kekerasan untuk mencapai tujuan apapun dalam wilayah kekuasaanya.
Bagaimana dengan Kekuasaan kini..? Para penguasa kini juga menggunakan kekuatan Indria untuk melemahkan kekuatan rakyat, mereka biarkan budaya konsumerisme melanda negeri ini. Sehingga sebagian besar masyarakat terjebak dalam budaya konsumerisme ini. Mereka para penguasa menari riang di atas penderitaan rakyat.
Apakah pemimpin terdahulu sadar akan hal ini? Soekarno dan para pahlawan, sadar betul dengan hal ini, Beliau menggunakan kekuatan pengendalian Indria juga untuk membangun kekuatan dalam negeri ini, dengan seruan BERDIKARI (Berdiri di kaki sendiri), tak henti-hentinya beliau menyemangati rakyat untuk maju, mengusir penjajah dari negeri tercinta ini. Karena hanya masyarakat yang mandiri tidak kehilangan kedaulatannya, mereka tidak lagi tergantung dari negeri lain, sehingga tidak ada satupun negara lain bisa mendikte negeri tercinta ini.
Mahatma Ghandi juga demikian, dengan taktik Arthasastra, memotivasi rakyatnya untuk menahan diri, tidak menggunakan produk luar, dengan ajaran swades, ahimsa, hartal, mengusir penjajah Inggris hingga India meraih kemerdekaan
Bagaimana dengan di Bali….? Para master (mpu) jaman dahulu, juga sadar betul dengan hal ini, beliau dengan menggunakan taktik Arthasastra pula membangun kehidupan rakyat yang damai, makmur dan sejahtera. Mpu/Rsi Markandeya membangun organisasi SUBAK untuk mengembangan perekonomian melalui pertanian. Mpu kuturan membangun organisasi DESA PEKRAMAN untuk membangun kepribadian dan kebudayaan.

TATANEGARA Hindu

Nitisastra

Kewajiban generasi muda adalah melestarikan warisan dari para pendahulunya, warisan Ilmu dan budaya yang bermanfaat bagi kehidupan ini. Negeri Eropah, Cina, India, Jepang adalah negara-negara yang sangat menghormati pendahulunya, mereka rajin mendokumentasikan pernik-pernik ilmu dan budaya sehingga bisa diwarisi hingga kini.
Dalam bidang manajemen, negeri kita cukup kaya dengan warisan ajaran-ajaran mulia tentang kepemimpinan. Tidak heran bila negeri ini ratusan tahun silam disegani di manca negara sebagai negara yang kuat, negara besar, negara yang maju peradabannya.
Berbicara mengenai kempemimpinan/leadership kita tidak lepas dari dua kata kapabilitas (kemampuan) dan akseptabilitas (diterima). Pada dasarnya hanya ada dua pilihan bila kita hidup dalam suatu perkumpulan, yakni sebagai Pemimpin atau sebagai yang dipimpin yang lazim di sebut anggota. Sebagai anggota yang baik, kita harus memiliki loyalitas, patuh dan taat pada perintah atasan sebagai pemimpin dan rela berkorban serta bekerja keras untuk mendukung atasan dalam pencapaian tujuan yang dalam ajaran agama Hindu, disebut Satya Bela Bhakti Prabhu.
Sedangkan sebagai pemimpin, harus mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk memimpin (kapabilitas) serta dapat diterima oleh yang dipimpin ataupun atasannya (akseptabel).
Kemampuan dalam arti mampu memimpin, mampu mengorbankan diri demi tujuan yang ingin dicapai, baik korban waktu, tenaga, materi dll serta dapat diterima, dalam arti dapat dipercaya oleh anggota masyarakatnya dan pejabat yang di atasnya.
Untuk suksesnya pencapaian tujuan suatu perkumpulan, sangat tergantung dari proses kerjasama dan rasa saling membutuhkan antara anggota dengan pemimpinnya.Didalam Kitab Niti Sastra Bab I sloka 10, hubungan erat antara pemimpin dan anggota diibaratkan seperti hubungan Singa dengan hutan, sebagai berikut :
“Singa adalah penjaga hutan. Hutan pun selalu melindungi Singa, Singa dan hutan harus selalu saling melindungi dan bekerjasama. Bila tidak atau berselisih, maka hutan akan hancur dirusak manusia, pohon-pohonnya akan habis dan gundul ditebang, hal ini membuat singa kehilangan tempat bersembunyi, sehingga ia bermukim dijurang atau dilapangan yang akhirnya musnah diburu dan diserang manusia.”
Hubungan kerja sama yang saling membutuhkan ibaratnya “Singa dengan Hutan” perlu diterapkan oleh pemimpin dan masyarakatnya, sehingga dapat sukses dalam mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Tidak ada pemimpin yang sukses tanpa didukung masyarakatnya, demikian sebaliknya.
Kriteria kepemimpinan menurut Pustaka Niti Sastra :
  1. Abhikamika
    Pemimpin harus tampil simpatik, berorientasi ke bawah dan mengutamakan kepentingan rakyat banyak dari pada kepentingan pribadi atau golongannya.
  2. Prajna
    Pemimpin harus bersikap arif dan bijaksana dan menguasai ilmu pengetahuan teknologi, agama serta dapat dijadikan panutan bagi rakyatnya.
  3. Utsaha
    Pemimpin harus proaktif, berinisiatif, kreatif dan inovatif (pelopor pembaharuan) serta rela mengabdi tanpa pamrih untuk kesejahteraan rakyat.
  4. Atma Sampad
    Pemimpin mempunyai kepribadian : berintegritas tinggi, moral yang luhur serta obyektif dan mempunyai wawasan yang jauh ke masa depan demi kemajuan bangsanya.
  5. Sakya Samanta
    Pemimpin sebagai fungsi kontrol mampu mengawasi bawahan (efektif, efisien dan ekonomis) dan berani menindak secara adil bagi yang bersalah tanpa pilih kasih/tegas.
  6. Aksudra Pari Sakta
    Pemimpin harus akomodatif, mampu memadukan perbedaan dengan permusyawaratan dan pandai berdiplomasi, menyerap aspirasi bawahan dan rakyatnya.
Saat ini negeri kita mangalami krisis para pemimpin sejati, yang bener-benar memimpin menggunakan logika dan hati, menggunakan keahliannya memimpin guna mewujudkan tujuan bersama yaitu kemakmuran dan sejahteraan bersama.
Mudah-mudahan dengan semakin tingginya perkembangan teknologi yang memudahkan kita dan generasi muda untuk mengakses segala informasi dan ilmu, bisa dimanfatkan untuk menghasilkan para pemimpin sejati. Belajar dari sejarah, menghargai warisan leluhur untuk terus mengembangkan ilmu dan kebudayaan pada tataran yang mumpuni sehingga senantiasa disegani oleh setiap pendatang dan setiap bangsa maupun negara di dunia ini maupun di dunia lain

TATA NEGARA  HIDHU

Panca Shtiti Dharmaning Prabhu

Panca Shtiti Dharmaning Prabhu.
Ratusan tahun silam, Nusantara ini pernah mengalami kejayaan, disegani oleh negara-negara tetangga, dihormati oleh setiap pendatang. Negeri ini telah mengalami peradaban yang sangat tinggi dalam ilmu pengetahuan maupun kebudayaan ini terbukti Cina yang dijuluki sumber ilmu pengetahuan, juga banyak belajar di negeri kita. Hal ini bisa kita lihat di daerah Bangka dan Belitung, dimana di masa silam digunakan sebagai tempat asrama mereka, sehingga wajah-wajah orang bangka sangat dekat dengan wajah Cina, kulit kuning, rambut lurus dan mata sipit. Juga dari kisah yang diceritakan Itsing seorang pengembara dari negeri Cina tentang Nusantara.
Tidakkah ada suatu peninggalan yang bisa diwariskan kepada kita, dalam bidang manajemen? Kalo kita perhatikan dengan seksama, ternyata pendahulu kita cukup jeli dalam belajar, mereka tidak hanya terlena oleh budaya dan peninggalan dari luar namun tetep bangga dan menggunakan produk dalam negeri. Tengoklah Ki Hajar Dewantara dengan ajaran: Ingarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.
Ajaran ini yang merupakan warisan dari leluhur kita sebenarnya merupakan bagian dari ajaran Panca Sthiti Dharmaning Prabhu (Lima kewajiban sang Pemimpin) dirumuskan oleh Raja Harjuna Sasrabahu, yang terdiri dari :
  1. Tut Wuri Handayani
    Maksudnya seorang pemimpin senantiasa memberikan dorongan, motivasi dan kesempatan bagi para Generasi Mudanya atau anggotanya untuk melangkah ke depan tanpa ragu-ragu.
  2. Ing Madya Mangun Karsa
    Maksudnya seorang pemimpin di tengah-tengah masyarakatnya senantiasa berkonsolidasi memberikan bimbingan dan mengambil keputusan dengan musyawarah dan mufakat yang mengutamakan kepentingan masyarakat.
  3. Ing Ngarsa Sung Tulada
    Maksudnya seorang pemimpin sebagai seorang yang terdepan dan terpandang senantiasa memberikan panutan-panutan yang baik sehingga dapat dijadikan suri tauladan bagi masyarakatnya.
  4. Sakti Tanpa Aji
    Maksudnya seorang pemimpin tidaklah selalu menggunakan kekuatan atau kekuasaan di dalam mengalahkan musuh-musuh atau saingan politiknya. Namun berusaha menggunakan pendekatan pikiran (Viveka), lobiing, sehingga dapat menyadarkan dan disegani pesaing-pesaingnya.
  5. Maju Tanpa Bala
    Maksudnya pemimpin sebagai seorang ksatria senantiasa berada terdepan dalam mengorbankan tenaga, waktu, materi, pikiran, bahkan jiwanya sekalipun untuk kesejahteraan dan kelangsungan hidup masyarakat.

Mengenal Agama Hindu

CATUR WARNA dan KASTA, Bagaimana proses penyimpangan Catur Warna menjadi Kasta di Bali”.

CATUR WARNA dan KASTA, Bagaimana proses penyimpangan Catur Warna menjadi Kasta di Bali.
Seperti yang saya posting pada edisi sebelumnya, bahwa dalam Agama Hindu tidak diajarkan sistim Kasta, yang ada adalah Sistem Warna; yaitu klasifikasi masyarakat menjadi empat kelompok sesuai guna/bakat/talenta dan karma/profesi/pekerjaannya. Namun kenyataan di dalam masyarakat Hindu di Bali, pelaksaan Catur Warna sempat mengalami penyimpangan. Catur warna berubah menjadi sistim kasta yang berdasar pada Catur Wangsa (klasifikasi masyarakat sesuai keturunan), bagaimana hal ini bisa terjadi?…
Marilah kita tengok sejarah di masa lalu, kata Bung Karno; salah satu pendiri negeri Indonesia tercinta ini mengatakan: “Jangan pernah lupakan sejarah, belajarlah dari sejarah..”
Tulisan Pak Nyoman Sukadana di bawah ini akan menjelaskan secara rinci bagaimana proses penyimpangan ini terjadi dan akhirnya dilakukan pelurusan oleh lembaga tertinggi Hindu, Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI), kembali ke sistim warna sesuai kitab suci Weda.
AJARAN CATUR WARNA DAN APLIKASINYA DI BALI
Oleh:Nyoman Sukadana
Catur Warna adalah ajaran agama Hindu tentang pembagian tugas dan kewajiban masyarakat atas „guna” dan „karma” dan tidak terkait dengan kasta atau wangsa. Catur Warna adalah ajaran agama Hindu tentang pembagian tugas dan kewajiban masyarakat atas „guna” dan „karma” dan tidak terkait dengan kasta atau wangsa. Sumber-sumber ajaran Catur Warna diantaranya :
Mantra Yajur Weda XXX.11. dinyatakan :
Brahmana Varna diciptakan dari kepala Brahman, Ksatria dari lengan Brahman, Vaisya dari perut-Nya, dan Sudra dari kaki Brahman. Jadi semua warna itu diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.
Mantra Yajur Weda XVIII.48. dinyatakan :
Untuk memanjatkan puja kepada Tuhan Yang Maha Esa, Brahmana, Ksatriya, Vaisya, dan Sudra sama-sama diberikan kemuliaan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Keempat warna ini akan mulia kalau sudah mentaati swadarmanya masing-masing.
Bhagawadgita IV.13 dan XVIII.41
Varna seseorang didadasarkan pada guna dan karmanya.Guna artinya minat dan bakat sebagai landasan terbentuknya profesi seseorang. Jadi yang menentukan Varna seseorang adalah profesinya bukan berdasarkan keturunannya.Sedangkan Karma artinya perbuatan dan pekerjaan.
Manawa Dharmasastra X.4 dan Sarasamuscaya 55.
Hanya mereka yang tergolong Brahmana, Ksatriya, dan Vaisya Varna saja yang boleh menjadi Dwijati (Pandita) Sudra tidak diperkenankan menjadi Dwijati karena mereka dianggap hanya mampu bekerja dengan mengandalkan tenaga jasmaninya saja, tanpa memiliki kecerdasan.
Yajur Weda XXV.2
Varna seseorang tidak dilihat dari keturunannya, misalnya ke-Brahmanaan seseorang bukan dilihat dari sudut ayah dan ibunya .
Kitab Mahabharata XII.CCCXII.108
Ke Dwijatian seseorang tidak ditentukan oleh ke-wangsaannya (nayonih), yang menentukan adalah perbuatannya yang luhur dan pekerjaannya yang memberi bimbingan rohani kepada masyarakat.
Jika digali lebih jauh kitab suci agama Hindu yang menjadi pegangan bagi umat, maka akan banyak ditemui penjelasan-penjelasan tentang Catur Warna ini yang intinya sama, bahwa “Warna seseorang disesuaikan dengan Profesinya”.
Selanjutnya bagaimana Aplikasi ajaran Catur Warna ini di Bali yang merupakan basis bagi perkembangan agama Hindu di Nusantara, apakah sudah dijalankan sesuai dengan yang digariskan dalam kitab suci? Untuk mengetahui hal itu mari kita mundur dahulu ke-beberapa ratus tahun yang lalu pada saat masa leuhur-leluhur orang Bali hidup dan berinteraksi dalam kehidupan
Kita mulai saja sekitar abad XI. Dimana masa itu Bali dipimpin oleh suami istri Sri Gunaprya Dharmapatni & Udayana Warmadewa yang berkuasa di Bali dari tahun saka 910 Kita mulai saja sekitar abad XI. Dimana masa itu Bali dipimpin oleh suami istri Sri Gunaprya Dharmapatni & Udayana Warmadewa yang berkuasa di Bali dari tahun saka 910 sampai dengan 933 (tahun 988 – 1011 Masehi). Sri Gunaprya Darmapatni adalah putri dari Sri Dharmawangsa Teguh Anantha Wikrama Tungga Dewa Raja Daha-Jawa Timur. Sebelum dipersunting oleh Udayana Warmadewa bernama Mahendradatta, sedangkan kakaknya Sri Kameswara menggantikan ayahnya menjadi Raja Daha.. Pada jaman pemerintahan Raja suami istri ini di Bali terjadi perubahan hampir seluruh aspek kehidupan masyarakat. Pada jaman ini dapat dikatakan jaman perubahan yang memberi corak dan warna bagi kehidupan masyarakat, dari situasi perselisihan dan pertentangan menjadi situasi persatuan dan kesatuan. Terjadinya perselisihan dan pertentangan ini akibat adanya perbedaan kepercayaan yang dianut oleh penduduk pulau Bali yang mayoritas terdiri dari orang-orang Bali Mula dan Bali Aga. Tatkala itu penduduk pulau Bali menganut Sad Paksa (Enam sekte agama ) yaitu: Sambhu, Khala, Brahma, Wisnu, Iswara, dan Bhayu, yang mana dalam pelaksanaannya sering menimbulkan keresahan didalam masyarakat sehingga keamanan dan ketertiban menjadi terganggu. Kemelut ini tidak bisa diatasi oleh Baginda Raja suami istri. Untuk itu maka didatangkan dari Jawa Timur Catur Sanak (empat bersaudara) dari Panca Tirta yang masing-masing telah dikenal keahliannya dalam berbagai bidang aspek kehidupan. Setelah di Bali beliau membantu Raja memperbaiki keadaan masyarakat. Panca Tirta ini adalah lima bersaudara yang merupakan Mpu (Brahmana) semuanya, beliau adalah dari yang tertua : Mpu Gnijaya, Mpu Semeru, Mpu Ghana, Mpu Kuturan, dan Mpu Bharadah/Pradah. Kedatangan mereka ke Bali tidak bersamaan tetapi secara bertahap dimulai oleh :
1. Mpu Semeru (Mpu Mahameru)
Pemeluk agama Siwa tiba di Bali pada hari Jum,at kliwon, wara pujut hari purnamaning sasih kawulu, tahun saka 921 (tahun 999 Masehi). Beliau berparahyangan di Besakih dan menjalani hidup brahmacari (tidak kawin seumur hidup), namun beliu mengangkat putra dharma dari penduduk Bali Mula, yang sesudah pudgala bergelar Mpu Kamareka atau Mpu Dryakah. Selanjutnya Mpu Dryakah ini menurunkan Warga Pasek Kayuselem (Kayu Selem, Celagi, Tarunyan, dan Kayuan). Bekas parahyangan Mpu Semeru sekarang sudah berdiri sebuah Pura diberi nama Pura Ratu Pasek (Caturlawa Besakih).
2. Mpu Ghana
Penganut aliran Ghanapatya, tiba di Bali pada hari senin kliwon, wara kuningan tahun saka 922 (tahun 1000 Masehi). Beliau berparahyangan di Gelgel Klungkung dan menjalani kehidupan Brahmacari (tidak kawin seumur hidup). Pada tahun saka 1198 (tahun 1267 Masehi) tempat ini oleh Mpu Dwijaksara keturunan beberapa tingkat dari Mpu Withadarma ( Mpu Withadarma adalah yang ketiga dari Sapta Resi)/Sapta Pandita leluhur Pasek Gelgel) dibangun sebuah Pura yang disebut Babaturan Penganggih. Pada masa pemerintahan Dalem Gelgel Sri Smara Kepakisan yang dinobatkan tahun saka 1302 (tahun 1380 Masehi) Pura ini ditingkatkan menjadi Pura Penyungsungan Jagat dengan nama “Pura Dasar Bhuwana Gelgel. Disamping menjadi Pura Penyungsungan Jagat juga menjadi penyungsungan pusat 3 (tiga) warga, yaitu : Warga Pasek (Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Resi), Warga Satrya Dalem, dan Warga Pande (Maha Semaya Warga Pande). Pada masa pemerintahan Dalem Gelgel Sri Waturenggong yang dinobatkan pada saka 1382 (tahun 1460 Masehi) tiba di Bali pada tahun saka 1411 (tahun 1489 Masehi) Danghyang Nirartha (Pedanda Sakti Wawu Rauh) dan setelah menjadi Purohita kerajaan Gelgel, kemudian Pura Dasar Bhuwana Gelgel ditambah lagi satu Pelinggih (Bangunan suci) untuk Danhyang Nirartha dan keturunannya, sehingga menjadi Pusat Penyungsungan empat Warga. ( Mengenai Danghyang Nirartha akan dijelaskan kemudian yang sangat terkait dengan aplikasi Ajaran Catur Warna di Bali.).
3. Mpu Kuturan atau Mpu Rajakretha
Pemeluk agama Budha Mahayana, tiba di Bali pada hari Rabu Kliwon, wara pahang, tahun saka 923 (tahun 1001 Masehi). Beliau berparhyangan di Padang. Beliau hidup sewala brahmacari (selama hidup kawin hanya sekali dan berpisah dengan istrinya yang tetap di Jawa yang dikenal dengan Rangda/janda dari Girah penganut ilmu hitam) Beliau mempunyai seorang putri Dyah Ratna Menggali yang kemudian kawin dengan Mpu Bahula putra dari Mpu Bharadah, jadi masih sepupu. Ditempat Parahyangan Mpu Kuturan telah berdiri sebuah Pura yang bernama Pura Silayukti yang artinya tempat Mpu Kuturan mengajarkan kebenaran. Mpu Kuturan adalah ahli ilmu pemerintahan/tata Negara dan ahli strategi, dan atas keahliannya berhasil mengadakan pertemuan tiga aliran terbesar dari enam sekte yang hidup di Bali yang sebelumnya selalu bertentangan, tempat pertemuannya sekarang disebut Samuan-Tiga yang dulu bermakna Pertemuan tiga sekte terbesar. Beliau juga menciptakan Pelinggih (Bangunan suci) tempat memuja Brahmana, Wisnu, Siwa, yang disebut : Kemulan/ Rong Tiga sehingga aliran yang berbeda-beda itu memuja melalui satu tempat yang sama, yaitu Rong Tiga, sehingga damailah masyarakat waktu itu. Pada masa Mpu Kuturan ini juga banyak dibangun Pura-Pura seperti : Uluwatu, dll, yang pada masa Danghyang Nirartha dan sesudahnya terjadi kekeliruan dengan menganggap itu adalah tempat Pemujaan Danghyang Nirartha oleh keturunannya. Kesalahan serupa ini banyak terjadi pada Pura-Pura lainnya.
4. Mpu Gnijaya
Pemeluk Brahmaisme, tiba di Bali pada pada hari kamis kliwon, wara dungulan, sasih kedasa, tahun saka 971 (tahun 1049 Masehi). Beliau berparhyangan di Bisbis (Gunung Lempuyang), sekarang tempat parahyangan beliau telah berdiri sebuah Pura yang bernama “Pura Lempuyangan Madya”. Mpu Gnijaya dari perkawinannya dengan Dewi Manik Geni, selanjutnya menurunkan : Sapta (Tujuh) Pandita yang tidak menetap di Bali tetapi di Kuntuliku Desa, Jawa Timur, walaupun mereka sering ke Bali memuja leluhurnya. Sapta Pandita ini kemudian menurunkan : Warga Pasek di Bali (Pasek, Bendesa, Tangkas) yang jumlahnya sangat besar. Ketujuh Mpu tersebut adalah :
a. Mpu Ketek : Keturunannya dikenal dengan sebutan Pasek Toh Jiwa, termasuk disini adalah “Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan” yang petilsasnnya ada di Karangpandan, Karanganyar, Solo, Jateng. Keturunan Mpu Ketek yang bernama “Kyayi Agung Pasek Subadra” dan Kyayi Pasek Toh Jiwa” berperan besar pada jaman Samplangan, yaitu pada awal Gelgel. Putra Kyayi Pasek Toh Jiwa, yaitu Pasek Toh Jiwa menjadi Tabeng Wijeng Kerajaan Gelgel, sedangkan Putra Kyayi Agung Pasek Subadra. Yaitu : Pasek Subadra menjadi Pandita dengan gelar “Dukuh Suladri”. Keturunan-keturunan Dukuh Suladri ada yang diambil oleh : Sri Angga Tirta Ksatrya Tirta Arum, Dalem Dimadya, dan ada juga oleh Anglurah Pinatih (leluhur Warga Wang Bang Pinatih)
b. Mpu Kananda : salah seorang keturunannya adalah Ki Dukuh Sorga yang kemudian menurunkan Pemangku Kul Putih di Bali. Materi kepemangkuan Kul Putih ini banyak menjadi pegangan para Pemangku.
c. Mpu Wiradnyana : Mpu Wiradnyana berputra Mpu Wiranatha yang juga bergelar Mpu Purwanatha, berasrama di Hutan Tumapel. Beliau berputra : Mpu Purwa dan Ken Dedes. Mpu Purwanatha pernah menghukum rakyat desa Panawijen karena tidak jujur mengenai putrinya Ken Dedes yang diculik oleh Tunggul Ametung dengan keringnya sumur desa, walaupun akhirnya diampuni. Ken dedes selanjutnya menurunkan Raja-Raja di Tanah Jawa, seperti : Paku Bhuwono, Mangku Negaran, Hamengku Bhuwono, Paku Alam, dll. Mpu Purwa keturunannya di Bali dikenal dengan “Pasek Tatar”, termasuk disini adalah Ibunda Presiden Sukarno, Nyoman Rai Srimben.
d. Mpu Witadharma : keturunan Mpu Witadharma terbanyak dibanding saudaranya yang lain, yang di Bali dikenal dengan sebutan : Pasek Gelgel, Pasek Bendesa, Pasek Bendesa Mas, dan Pasek Tangkas Kori Agung (lain Ibu). Keturunan Mpu Witadharma yang berjasa menata Parhyangan di Bali adalah Mpu Dwijaksara yang membangun “Pura Dasar Bhuwana Gelgel-Klungkung” yang sebelumnya bernama “Babaturan Penganggih”. Putra Mpu Dwijaksara yang terkenal pada jaman pemerintahan di Bali adalah “Ki Patih Ulung”. Kyayi I Gusti Agung Pasek Gelgel keturunan Ki Patih Ulung pernah menjadi Raja Bali setelah Majapahit menguasai Bali sebelum dynasty Dalem.
e. Mpu Ragarunting : Keturunannya beliau dikenal di Bali dengan sebutan : Pasek Salahin, Kubayan, dan Tuttwan. De Pasek Lurah Tuttwan kawin dengan putri Arya Timbul/ Arya Buru putra Prabu Airlangga dengan seorang gadis gunung.
f. Mpu Preteka : Keturunannya dikenal dengan Ki Dukuh Gamongan Sakti, Ki Dukuh Prateka Batusesa, dan di Bali dikenal dengan „Pasek Kubakal”.
g. Mpu Dangka : Keturunannya dikenal dengan „Pasek Gaduh, Ngukuhin, Kadangkan”. Keturunan Mpu Dangka Kyayi Lurah Dangka pernah memimpin pasukan menyerang Blambangan menyertai Kriyan Ularan (Jelantik) sehingga karena keperwiraannya diberi gelar „Sang Wira Dangka”.
Mpu Bharadah/Mpu Pradah adalah yang terkecil dari “Panca Tirta” beliau tetap tinggal di Jawa menjadi Purohita kerajaan Daha, berparahyangan di Lemahtulis-Pejarakan. Beliau menganut Budha Mahayana. Mpu Bharadah sering ke Bali menengok kakak-kakaknya terutama Mpu Kuturan dan sering berdiskusi masalah kerohanian , sehingga sekarang bekas peristirahatan beliau di Padang masih ada.
Kita kembali kepada Raja suami istri Sri Gunaprya Dharmapatni & Udayana Warmadewa. Dari perkawinannya berputra : Sri Airlangga dan Sri Anak Wungsu. Sri Airlangga diundang ke Daha Jawa Timur oleh pamannya Sri Kameswara pada usia muda (16 tahun) yang tujuannya untuk menjadi raja di Daha. Tetapi saat diadakan suatu perayaan ada pemberontakan Sri Wurawuri sehingga Sri Airlangga mengungsi kehutan. Singkatnya akhirnya Sri Airlangga berhasil menjadi Raja Daha pada saka 941 – 1007 (1019 – 1085 Masehi) dan beliau berputra Sri Jayabhaya (yang dikemudian hari terkenal dengan Jangka Jayabaya) dan Sri Jayasabha. Pada masa ini yang menjadi Bhagawanta (Rohaniawan) kerajaan adalah Mpu Bharadah/Pradah. Sehubungan dengan Sri Airlangga berputra dua orang, maka karena khawatir akan menimbulkan perselisihan kedua putra, maka diutus Mpu Bharadah untuk mendatangi saudaranya Mpu Kuturan di Bali dan membujuk agar salah seorang putra Sri Airlangga bisa menjadi Raja di Bali. Oleh Mpu Kuturan permintaan Sri Airlangga lewat Mpu Bharadah ditolak karena Sri Airlangga dianggap telah melepaskan hak tahta kerajaan di Bali dengan menjadi Raja Daha dan menghilangkan gelar Warmadewa. Disamping itu rakyat Bali tetap menginginkan kepemimpinan dinasti raja-raja Bali. Oleh karena itu, maka diangkat adik Sri Airlangga, yaitu Sri Anak Wungsu menjadi Raja Bali. Sedangkan Daha atas keahlian Mpu Bharadah dibagi menjadi dua, menjadi Daha dan Kediri, sehingga tidak terjadi perselihan kedua putra Sri Airlangga.
Sesudah itu terjadi beberapa kali pergantian pemerintahan Raja-Raja di Bali, sampai akhirnya suatu saat Bali dikalahkan oleh Majapahit . Sehubungan dengan Majapahit belum dapat menunjuk Raja di Bali, maka diangkat I Gusti Pasek Gelgel menjadi Raja di Bali bergelar “Kyayi I Gusti Agung Pasek Gelgel” pada saka 1265 – 1272 (tahun 1343 – 1350 Masehi). Pada saka 1272 (tahun 1350 Masehi) oleh Majapahit diangkat Sri Kresna Kepakisan menjadi Adhipati (wakil Raja) di Bali. Pada awal pemerintahan Sri Kresna Kepakisan terjadi pemberontakan di Bali terutama oleh Wong Bali Mula, sehingga Kyayi I Gusti Agung Pasek Gelgel yang sudah meninggalkan kerajaan diminta untuk hadir oleh Sri Kresna Kepakisan untuk menasehati penduduk Bali karena mereka masih tunduk kepada I Gusti Agung Pasek gelgel, setalah Kyayi I Gusti Agung Pasek Gelgel menasehati rakyat Bali, maka amanlah di Bali dan Sri Kresna Kepakisan dapat melanjutkan kepemimpinannya. Untuk membalas jasa Pasek Gelgel dan juga strategi merangkul masyarakat, maka keluarga Pasek Gelgel dan keturunannya menjadi Bendesa (Banda=Pengikat, dan Desa=Tempat) diseluruh Bali. Siapakah Sri Kresna Kepakisan ?. Beliau adalah putra Mpu Soma Kepakisan yang juga keturunan dari Mpu Bharadah.
Berlanjut kemudian Dinasti Sri Kresna Kepakisan secara turun temurun menjadi Adipati di Bali dengan memakai nama “Dalem”. Kejadian penting adalah pada masa pemerintahan Dalem Gelgel Sri Waturenggong yang berkuasa di Bali pada saka 1382 – 1472 (tahun 1460-1550 Masehi). Pada masa ini datang dari Jawa pada saka 1411 (tahun 1489 Masehi) Danghyang Nirartha / Pedanda Sakti Wawu Rawuh, yang kemudian berhasil menjadi Purohita (Rohaniawan) Kerajaan Gelgel dibawah Sri Waturenggong. Danghyang Nirartha adalah Putra Mpu Smaranatha yang juga keturunan Mpu Bharadah. Mpu Bharadah berputra Mpu Siwagandu dan Mpu Bahula. Mpu Bahula kawin dengan Ratna Menggali (Putri Mpu Kuturan dengan Rangdeng Girah) menurunkan Mpu Tantular yang mengarang Kakawin Sutasoma. . Mpu Tantular menurunkan 4 orang Putra , yaitu :
1. Mpu Siddhimantra : menurunkan Manik Angkeran, yang selanjutnya keturunannya dikenal dengan : Arya Sidemen, Arya Wang Bang Pinatih, Arya Dauh.
2. Mpu Panawasikan : yang hanya mempunyai seorang putri bernama Dyah Sanggarwati, (selanjutnya dikawinkan dengan sepupunya Danghyang Nirartha.).
3. Mpu Smaranatha : yang menjadi Purohita di Majapahit pada masa pemerintahan Sri Hayam Wuruk Saka 1272 – 1311 (tahun 1350- 1389 Masehi) dengan Maha Patih Gajah Mada. Mpu Smaranatha berputra Ida Angsoka dan Ida Nirartha (Danghyang Nirartha).
4. Mpu Kepakisan : beliau adalah guru Mahapatih Gajah Mada. Beliau berputra 4 orang yang semuanya menjadi Adipati (wakil Raja), yaitu : di Blambangan, Pasuruan, Sumbawa (putri), dan di Bali (Sri Kresna Kepakisan).
Kembali kepada „Danghyang Nirartha” putra Mpu Smaranatha, pada tahun 1489 beliau ke Bali, pada saat itu di Majapahit sudah mulai masuk agama baru (Islam). Apakah Danghyang Nirartha pernah mempelajari agama Islam tidak jelas, tetapi di Lombok Danghyang Nirartha mengajarkan „Islam Kala Tiga (Waktu Tiga). Danghyang Nirartha beristri 6 orang tiga diantaranya di Jawa dan tiga lagi sewaktu beliau ke Bali. Istri pertama dari Kediri Jawa Timur yang keturunannya dikenal dengan „Kemenuh”, Di Pasuruan beliau kawin lagi dan keturunannya dikenal dengan „Manuaba”. Yang ketiga adalah di Blambangan, dari perkawinannya menurunkan „Kaniten”. Setelah di Bali yaitu ketika beliau singgah di Gadingwangi, dimana yang menjadi Bendesa adalah „Pasek Bendesa Mas” (Keturunan Kyayi I Gusti Agung Pasek Gelgel), beliau mengawini Ni Luh Nyoman Manik Mas putri Pasek Bendesa Mas, sehingga keturunannya dikenal dengan „Mas”. Danghyang Nirartha juga mengawini Panjeroan (abdi) Ni Luh Nyoman Manik Mas dan keturunannya dikenal dengan „Petapan/Antapan”. Istri yang keenam Danghyang Nirarta adalah Ni Berit (sahayanya) ketika beliau di Bali Barat baru tiba dari Jawa, dari sini keturunannya dikenal dengan „Temesi/Bindu”. Selanjutnya karena kemampuannya, maka Danghyang Nirartha diangkat oleh Dalem Sri Waturenggong menjadi Purohita/Bahagawanta kerajaan Gelgel mewakili aliran „Siwa”. Dalem juga ingin mengangkat Danghyang Angsoka (kakak Danghyang Nirartha) menjadi Purohita, tetapi tidak terjadi karena tua dan juga sudah ada adiknya Danghyang Nirartha, maka diganti putranya „Danghyang Astapaka” mewakili „Budha Mahayana”. Danghyang Astapaka berasrama di Budakeling. Sejak itu kedudukan Para Mpu (keturunan Mpu Gnijaya) yang mewakili „Siwa Budha” dan Rsi Bujangga yang mewakili „Waisnawa”, digantikan oleh mereka berdua. Bahkan dalam bidang kemasyrakatan, Danghyang Nirartha dengan restu Dalem Waturenggong membenahi struktur pelapisan masyarakat Bali.
Pada mulanya masyarakat Bali menganut sistim warna lalu disusun berdasarkan Wangsa. Danghyang Astapaka dan Danghyang Nirartha serta keluarga menduduki pos sebagai „Brahmana Wangsa”, „Ksatrya Wangsa” diisi oleh keluarga Dalem. Para Arya (I Gusti) mengisi „Wesya Wangsa”. Ketiga ini juga disebut „Tri Wangsa”. Selanjutnya diluar itu menjadi “Sudra Wangsa”. Sudra ini juga disebut Jaba. Secara turun temurun keluarga Danghyang Nirartha dan Danghyang Astapaka mengambil porsi Brahmana dan jika di Pudgala jati/Dwi Jati bergelar “Pedanda”. Penyimpangan system Warna menjadi Wangsa (Jaman Portugis menjadi Kasta) ini berjalan ratusan tahun dan membawa dampak tidak baik pada kehidupan masyarakat karena wangsa yang seharusnya menjadi pengikat keluarga menjadi kelompok-kelompok (soroh) dimana ada yang merasa lebih tinggi dari soroh lainnya. Usaha pelurusan ini sudah dimulai sejak lama. Pada tahun 1920 di Singaraja (Bali) muncul Organisasi “Surya Kanta” yang anti feodalisme dengan system Wangsa/Kasta bahkan menerbitkan Majalah/Surat kabar. Kemudian mendapat jawaban dari kelompok status quo (mempertahankan Kasta) dengan terbitnya “Bali Adnyana”. Kedua penerbitan tersebut gulung tikar dan juga hilang karena semangat kebangsaan dengan berdirinya Budi Utomo (1928). Pada jaman Kemerdekaan (1945) hal ini juga tenggelam karena bangsa sedang menikmati kemerdekaannya, termasuk juga pada jaman Suharto (Orde Baru) yang sangat mementingkan stabilitas nasional. Pada jaman Reformasi hal ini bangkit kembali dengan disuarakannya dimana-mana termasuk di koran/Majalah. Belakangan ini ada 2 PHDI Bali, yaitu : PHDI Campuan dan PHDI Besakih. Apakah munculnya dua PHDI Bali ini merupakan bentuk pertentangan system feodalisme di Bali ? kita lihat sama-sama.
Dari semua hal-hal diatas, maka ada beberapa materi penting yang ingin penulis sampaikan, sbb :
  1. Leluhur kita Panca Tirta datang ke Bali untuk memperbaiki masyarakat Bali pada masa pemerintahan Gunaprya Darmapatni/Udayana Warmadewa. Hal ini berhasil dilakukan dengan terjadinya perbaikan prikehidupan masyarakat. Strata masyarakat menganut Catur Warna yang merupakan ajaran Weda.
  2. Pada jaman Mpu Kuturan banyak dibangun Pura di Bali yang banyak terjadi kesalahan pemahaman sehingga dianggap didirikan oleh Danghyang Nirarta , seperti misalnya : Pura Uluwatu yang didirikan Mpu Kuturan untuk memuja Baruna, diangggap didirikan Danghyang Nirartha. Untuk keperluan meluruskan sejarah pembangunan Pura-Pura di Bali, maka Gubernur Bali menunjuk Jro Mangku Gde Ktut Subandi menjadi “Ketua Penelitian Pura-Pura di Bali”. Hal ini diceritrakan almarhum kepada penulis ketika beliau ke Petilasan Kyayi I Gusti Ageng Pemacekan di Karanganyar beberapa bulan sebelum meninggal..
  3. Pada masa Pemerintahan “Dalem Waturenggong” dengan Purohita Kerajaan Gelgel “Danghyang Nirartha” dan Danghyang Astapaka” terjadi perubahan strata masyarakat dari system Warna menjadi Wangsa/ Kasta. Hal ini berlanjut ratusan tahun sejak abad ke-15. Pelurusan baik dengan munculnya Surya Kanta atau bentuk lainnya dijaman moderen ini terus berlangsung.
  4. Masyarakat khususnya di Bali harus ikut meluruskan kesalahan masa lalu dengan menjalankan dan mempublikasikan “Catur Warna” yang bersumber dari Weda sebagai pelurusan kesalahan system Warna/Kasta. Untuk itu telah keluar Bhisama Parisadha Hindu Dharma Pusat tahun 2002, oleh : Ida Pedanda Gede Ketut Sebali Tianyar Arimbawa (Dharma Adhyaksa) dan Ida Pandita Mpu Jaya Dangka Suta Reka (Wakil Dharma Adhyaksa).
  5. Masyarakat tidak perlu mengambil posisi bertentangan untuk meluruskan kesalahan ini seperti : Surya Kanta vs Bali Adnyana atau yang lain, tetapi tetap menyadari, bahwa kita bersaudara dan tujuan pelurusan ini adalah untuk membawa kebaikan nama Hindu dimata masyarakat dan dunia
  6. Orang tua kita terutama di Bali yang masih larut dalam kesalahan ini tidak perlu ditentang, tetapi diberi pengertian dengan cara bijaksana dan penuh rasa hormat, yang lebih penting lagi adalah mulailah dari diri kita sendiri.
  7. Pada akhirnya perlu saya sampaikan, bahwa “Perjalanan masih panjang” dan masalah pemurnian aplikasi ajaran weda di masyarakat bukan hanya masalah Penyimpangan Catur Warna, tetapi masih banyak hali lain, untuk itu jalankan swadharma masing-masing sesuai dengan Warna masing-masing.

 



sss.jpg

 KAKYANG DALANG SADHAR,
JERO SATRIA SEMARAPURA.

1 komentar:

  1. SOLUSI YANG TEPAT JANGAN BERPUTUS ASAH SETIAP MASALAH ADA PENYELESAIANYA AKI DARWO AKAN BANTU DGN ANKA GOIB/RITUAL....2D 3D 4D/SGP.../HKG/ TOTO MAGNUM/ MALAYSIA/ D JAMIN 100 JEBOL HUB DI NMR 085 -325-291-999....INSA ALLAH KI DARWO AKAN BANTU MKSH ROOM.X SOBAT



    SOLUSI YANG TEPAT JANGAN BERPUTUS ASAH SETIAP MASALAH ADA PENYELESAIANYA AKI DARWO AKAN BANTU DGN ANKA GOIB/RITUAL....2D 3D 4D/SGP.../HKG/ TOTO MAGNUM/ MALAYSIA/ D JAMIN 100 JEBOL HUB DI NMR 085 -325-291-999....INSA ALLAH KI DARWO AKAN BANTU MKSH ROOM.X SOBAT

    BalasHapus